Kamis 19 Apr 2012 19:10 WIB

RUU Kesetaraan Gender Bertentangan dengan Syariat Islam

Rep: Maman Sudiaman/ Red: Heri Ruslan

REPUBLIKA.CO.ID,  BANDAR LAMPUNG  — Sejumlah Ulama mengkritisi muatan materi Rancangan Undang-Undang Keadilan dan Kesetaraan Gender (RUU KKG). RUU yang tengah digodok DPR RI tersebut dinilai berpotensi bertentangan dengan syariat Islam.

Hal itu diungkapkan sejumlah ulama dari berbagai kabupaten/kota dalam acara silaturahmi para ulama dengan Anggota DPR RI KH Abdul Hakim, anggota DPD RI Ahmad  Jajuli dan anggota DPRD provinsi Lampung di Aula Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) provinsi Lampung, Kamis (19/4).

Wakil Ketua Forum Komunikasi Majelis Taklim Provinsi Lampung, Tatik Rahayu N, mengatakan, sejumlah ketentuan yang mengatur tentang hak dan kewajiban dalam RUU KKG tersebut  berpotensi melanggar syariat Islam dalam pengimplementasiannya. Salah satu materi muatan RUU KKG yang menjadi sorotan Tatik adalah materi muatan RUU KKG yang mengatur tentang hak dalam perkawinan.

“Dalam RUU ini dijelaskan bahwa dalam perkawinan setiap orang berhak memasuki jenjang perkawinan dan memilih suami atau istri secara bebas. Jika pasal ini tetap dibiarkan, bisa membuka celah untuk melegalkan pernikahan sesama jenis. Karena disana tidak diatur secara tegas bahwa setiap orang berhak memilih suami atau istri yang berlainan jenis. Sebaliknya, kata memilih istri atau suami secara bebas dapat disalahartikan dapat memilih istri atau suami sesama jenis. Ini jelas melanggar syariat Islam. Karena itu, harus ada penambahan kata yang berlainan jenis.” Kata Tatik.

Tatik yang juga Ketua Biro pemberdayaan Perempuan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung itu juga menambahkan anggota majelis taklim yang umumnya kaum perempuan juga menghendaki agar pengaturan tentang kesetaraan gender diletakan secara proporsional dan profesional.

“Dari diskusi-diskusi yang digelar di berbagai majelis taklim, umumnya ibu-ibu menghendaki agar kesetaraan gender tetap diletakan secara proporsional dan profesional. Silahkan kaum perempuan beraktivitas sesuai dengan keahliannya asalkan tidak mengabaikan kodratnya sebagai perempuan,” kata Tatik.

Wakil  Kepala kantor Kemenag kabupaten Way Kanan M Yusuf juga mengkritisi muatan materi RUU KKG ini. Menurutnya, banyak materi RUU KKG yang melanggar syariat Islam yang menjadi agama mayoritas di Indonesia. Ia juga pesimistis RUU ini nantinya bisa diimplementasikan dengan baik.

“80 persen masyarakat Indonesia memeluk Islam. Namun, materi muatan RUU ini banyak yang bertentangan syariat Islam. Saya tidak apriori, tapi sebaiknya RUU ini dikaji lebih dalam sebelum disahkan karena jika terus digulirkan dampak negatifnya akan jauh lebih besar,” kata Yusuf.

Menanggapi kritikan para ulama tersebut, Anggota Komisi VIII DPR RI menegaskan bahwa saat ini RUU KKG masih dalam proses penggodokan draft RUU.  Menurut Hakim, dari RDP/RDPU yang telah dilaksanakan di Komisi VIII,  disepakati  bahwa naskahRUU KKG  ini akan ditulis ulang oleh Deputi Perundang-undangan DPR RI berdasarkan masukan-masukan yang telah disampaikan baik oleh pemerintah maupun elemen masyarakat.

“Memang banyak masukan dan pertanyaan dari masyarakat terkait dengan RUU KKG ini, khususnya soal muatan materi RUU yang dinilai melanggar norma-norma agama. Dan kami di DPR sangat berhati-hati dalam menyusun RUU ini. Kami masih melakukan berbagai pendalaman untuk memberikan solusi alternatif agar RUU ini nanti bisa diterima semua kalangan,” kata Hakim yang juga Sekretaris Fraksi PKS DPR RI itu.

Seperti diketahui,  materi muatan dalam RUU dikhawatirkan mendekonstruksi ajaran-ajaran agama dan berbenturan dengan UU lain atau norma yang sudah melekat dalam kehidupan masyarakat Muslim Indonesia, seperti soal hukum waris dan UU Perkawinan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement