REPUBLIKA.CO.ID, MONTREAL -- Celine Leduc butuh waktu puluhan tahun untuk menemukan Islam. Ia telusuri kebenaran itu dengan mempelajari seluruh agama di dunia. Namun, hanya satu kebenaran yang ia dapat, yakni kebenaran dalam Islam.
"Aku lahir dan besar dalam keluarga Katholik. Namun, aku tidak setuju bahwa Yesus adalah anak Allaha atau ia adalah seorang Tuhan. Aku malah menyimpulkan Yesus tak ubahnya seorang Rabbi, karena ia seorang Yahudi yang belajar dan memiliki guru," kata dia.
Sebabnya, Celine mendalami agama Yahudi dengan mengkaji lebih dalam kitab suci Taurat. Ia pelajari hukum Koshier, bagaimana cara memasak dan mempelajari aturan sebagai seorang wanita. "Meski Yahudi bukanlah jawaban atas kebenaran yang saya cari. Namun, konsep pemahamanku tentang ketuhanan, aku dapat dari agama ini," kenang dia.
Celine mengakui konsep ketuhanan Yahudi diterima logika. Mereka mendeskripsikan Tuhan sebagai sosok yang tidak terlihat dan tidak diketahui. Namun, dirinya tidak mengerti ajaran Yahudi meski konsep kesetaraan laki-laki dan perempuan diatur dengan jelas. "Sebabnya, aku menghormati mereka meski tidak dengan metode yang mereka pakai," kata dia.
Pada 1990 silam, pencarian Celine terus berlanjut. Saat itu, terjadi peperangan antara Kanada dengan Indian. Celine mendampingi warga Indian selama lima tahun. Saat peristiwa itu terjadi, Celine seolah diberikan dua pilihan yakni jalan Tuhan atau Manusia. "Saya pun membuat komitmen untuk memilih jalan Tuhan. Aku akan melayani-Nya dan menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk menyebarkan pesan-pesan kebenaran," kata dia.
Komitmen itu selanjutnya tertanam dalam diri Celine. Dalam pergaulannya yang luas, dimana ia sering bertemu dengan orang Yahudi, Kristen dan Islam. Celine secara tidak sadar berada di jalur yang benar menuju Islam. Ketika Celine, berusia 25 tahun, ia jatuh cinta dengan seorang pemuda Yahudi di Irak.
Tak lama, terjadi perang antara Israel dan Lebanon. Saat itu, ia mengikat janji pernikahan dengan kekasihnya itu. Sayangnya, pemuda yang ia cintai tewas. Selama bertahun-tahun, rasa sakit terpendam dalam dirinya. Saat itulah, Celine bertemu dengan seorang perempuan asal Lebanon. Ia seorang Muslim.
"Kami akrab. Banyak hal yang kami ceritakan. Ia pun berkaca-kaca mendengar kisahku ini. Semenjak itu, ia membantu saya menyembuhkan hati yang sakit," kisahnya.
Pada 1995, ada kontroversi di Montreal terkait larangan mengenakan jilbab. Celine memutuskan untuk mendokumentasikan kejadian ini. Berbekal pengalaman menjadi penyiar radio selama empat tahun, Celine mencari narasumber terkait masalah pelarangan tersebut. Ia pun bertemu dengan narasumber seorang perempuan yang ramah dan baik hati. Perempuan itu berasal dari Irak. Saat itulah, perempuan Irak tersebut memaparkan bagaimana pentingnya jilbab dan arti jilbab baginya.
"Yang mengejutkanku adalah komitmen perempuan ini kepada Allah begitu besar. Aku sangat terkesan dengan kejujuran dan kebaikan hatinya," ungkap dia.
"Ia dengan ramah menjelaskan kepadaku apa itu Islam. Lalu ia paparkan konsep 'Tiada Tuhan Selain Allah, Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah'. Ia juga menceritakan tentang Yesus dan ibunya Maryam. Yang membuatku heran, bagaimana ia tahu soal itu," kata dia heran.
Selama sebulan, Celine terus berinteraksi dengan perempuan itu. Pemahamannya tentang Islam maju pesat. Tanpa sadar fondasi keislaman Celine mulai terbentuk pula. Hingga pada akhirnya, Celine mengucapakan dua kalimat syahadat dihadapan sahabatnya itu. "Alhamdulillah, aku menemukan apa yang dicari selama ini. Pencarian tentang kebenaran hakiki," tuntas dia.