REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN - Ada tiga hal yang menjadi fokus penolakan dunia Barat terhadap keberadaan Masjid. Ketiga hal itu antara lain menara, adzan dan halaman parkir Masjid.
Masalah itu, utamanya soal menara, lantas menjadi pembahasan kritis para arsitek Muslim untuk menemukan solusinya. Solusi itu, selanjutnya tertuang dalam sebuah pameran bertajuk 'Evolusi Arsitektur Masjid' yang berlangsung di Stuttgart, Jerman. Melalui pameran itu, harapannya keberadaan masjid tidak lagi mendapat penolakan, hujatan atau perlakuan diskriminatif lainnya.
Karya Mustafa Pinarci dari Asosiasi Budaya Islam Turki merupakan satu dari sekian banyak karya rancangan konstruksi masjid yang ditampilkan. Karya Mustafa banyak mendapat perhatian dari para pengunjung. Perhatian itu tertuang dalam dua pertanyaan yakni siapa yang mendanai pembangunan masjid dan mengapa ada lantai terpisah bagi perempuan untuk shalat.
"Hanya dengan cara ini, kita dapat dengan mudah mengatasi prasangka atau kesalahpahaman," katanya seperti dikutip dw.de, Senin (2/4).
Kurator Pameran, Valerie Hammerbacher, mengungkapkan sejak 2009 sebanyak 120 masjid dibangun di Jerman. Dengan jumlah tersebut, sungguh layak untuk diadakan pameran tersebut. "Banyak informasi yang masyarakat dapatkan secara langsung melalui pameran ini," ujarnya.
Sepanjang sejarahnya, pembangunan masjid pertama dilakukan Nabi Muhammad SAW. Bangunan itu tampak sederhana di mana dinding-dindingnya ditutupi dengan daun palem. Tidak ada patokan baku untuk membangun masjid, yang pasti syarat utama yang harus dipenuhi ketika membangun masjid adalah bangunan itu harus menghadap Makkah.
Dalam pameran itu sendiri, ditampilkan 30 contoh Masjid dari seluruh dunia. Dari setiap bangunan Masjid terlihat bahwa Islam menyatu dengan budaya lokal. Sebagai contoh saja masjid Camii Estimesgut di Ankara, Turki. Masjid ini dibangun arsitek Cengiz Bektas.
Ia diperintahkan militer untuk membangun Masjid itu pada 1960 silam. Masjid ini tampak menyerupai bunker. Lain lagi dengan bangunan Masjid yang didirikan komunitas Muslim Belanda. Lantaran merepresentasikan dua budaya berbeda yakni Turki dan Maroko, maka bangunan masjid seluas 1.600 meter persegi ini menggabungkan dua budaya tersebut.
Di Swiss, komunitas Muslim punya cara unik untuk mensiasati larangan pembangunan menara Masjid. Pada dinding bangunan masjid, mereka buat semacam gambar menara yang menyala pada malam hari.
Sementara, satu contoh hasil imajinasi berbau modern terekam dalam rancang bangun masjid milik komunitas Muslim Bangladesh. Ibarat gedung pencakar langit, bangunan ini banyak dilapisi kaca. Keindahan masjid ini baru terlihat pada malam hari.