Jumat 24 Feb 2012 22:04 WIB

Hujjatul Islam: Imam Ath-Thabari, Sang Ulama Multidisipliner (3)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Imam Ath-Thabari (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Imam Ath-Thabari (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Mengenai kecerdasan yang dimiliki Imam Ath-Thabari ini Ibnu Atsir berkata, ''Abu Ja'far orang yang paling tsiqah (terpercaya) dalam mengungkap sejarah, di dalam tafsirnya sarat dengan ilmu dan legalitasnya.''

Sementara Imam Adz-Dzahabi berkata, ''Dia orang yang tsiqah, hafizh, jujur, imamnya para mufassir, fuqaha, baik ketika mufakat maupun ikhtilaf, pakar sejarah dan antropologi, mengetahui qira'ah dan linguistik.''

Karena kecerdasan yang dimilikinya ini salah seorang Khalifah dari Daulah Abbasiyah pernah memintanya untuk menulis buku fikih. Kemudian dia menulis kitab fikih dengan judul Al-Khafif. Bahkan dalam bidang fikih, pendapat-pendapat Ath-Thabari dihimpun yang kemudian dinamai mazhab Jaririyah.

Apabila Ath-Thabari diberi hadiah, maka jika dia dapat membalas hadiah itu dengan yang lebih bik, hadiah itu akan diterimanya. Namun apabila dia tidak mampu, maka hadiah itu akan ditolak dengan ramah disertai permintaan maaf kepada pemberi hadiah.

Salah seorang penguasa Abbasiyah pernah memberinya imbalan sebesar 1.000 dinar atas usahanya mengarang kitab fikih, namun imbalan tersebut ia kembalikan.

Abu Haija’ Ibnu Hamdan pernah memberikan hadiah kepada Ath-Thabari 3.000 dinar. Setelah melihat hadiah tersebut, Ath-Thabari terkagum-kagum dan berkata, ''Aku tidak bisa menerima hadiah yang aku tidak bisa membalasnya dengan yang lebih baik lagi. Dari mana aku mendapatkan uang untuk membalas hadiah sebanyak ini?''

Imam Ath-Thabari juga dikenal selalu menjauhi sikap dan perbuatan yang tidak pantas dilakukan oleh ulama. Langkah demikian itu berlangsung sampai dia menghembuskan nafas terakhirnya.

Pernah suatu ketika ia berdebat dengan Dawud bin Ali Azh-Zhahiri mengenai suatu permasalahan. Di tengah perdebatan, ia berhenti dan tidak meneruskan perkataannya, sehingga para temannya menjadi bertanya-tanya.

Dalam keadaan demikian itu, tiba-tiba salah seorang yang hadir berdiri, dengan spontan dia berkata-kata pedas dan menyakitkan yang ditujukan pada Ath-Thabari. Mendengar perkataan yang demikian itu, Ath-Thabari tidak membalasnya sedikit pun dan tidak pula terpancing memberikan jawabannya. Dengan segera ia bergegas meninggalkan tempat itu dan menulis masalah perdebatannya itu dalam sebuah kitab.

Orang-orang di sekitarnya juga mengakui kezuhudan Ath-Thabari. Dikisahkan Perdana Menteri Al-Kharqani bertaklid kepadanya, lalu ia mengirimkan uang dalam jumlah yang besar kepada Ath-Thabari. Namun, Imam Ath-Thabari menolak pemberian tersebut. Ketika Ath-Thabari ditawari kedudukan qadhi (hakim) dengan jabatan wilayah Al-Mazhalim, dia pun menolaknya.

 

Akibat penolakan ini, teman-teman Ath-Thabari mencelanya. Mereka berkata, ''Ketika kamu terima jabatan ini, maka kamu akan mendapatkan gaji tinggi dan akan dapat menghidupkan pengajian sunnah yang kamu laksanakan.''

Mendengar perkataan tersebut, Ath-Thabari membentak mereka seraya berkata, ''Sungguh, aku mengira kalian akan mencegahku ketika aku senang jabatan tersebut.''

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement