Jumat 24 Feb 2012 21:39 WIB

Hujjatul Islam: Imam Ath-Thabari, Sang Ulama Multidisipliner (1)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Imam Ath-Thabari (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Imam Ath-Thabari (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Nama lengkapnya Muhammad bin Jarir bin Yazid Ath-Thabari yang biasa dipanggil Abu Ja'far dan dikenal dengan nama Ath-Thabari karena dinisbatkan ke nama tanah kelahirannya Thabaristan.

Ia adalah seorang ahli fikih, sejarawan, ahli tafsir (mufasir) dan memahami Sunnah serta ilmu Alquran. Imam Ath-Thabari dilahirkan pada tahun 224 Hijriyah. Tempat kelahirannya di Amil, ibukota Thabaristan di Persia (Iran).

Syaikh Muhammad Sa'id Mursi dalam buku Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah menggambarkan sosok Imam Ath-Thabari antara lain kulitnya berwarna coklat, badannya tegap tinggi dan matanya lebar.

Sementara Saiful Amin Ghofur dalam bukunya yang berjudul Profil Para Mufasir Alquran mendeskripsikan sosok ulama ini sebagai sosok yang rapi dan bersih dalam berpenampilan, selalu menjaga kesehatan, serta sangat disiplin.

Sepanjang hidup Ath-Thabari dilewati dengan kezuhudan yang luar biasa. Ia sedikitpun tidak terpengaruh pada kenikmatan dunia. Sikap ini dibuktikan dengan menolak tawaran jabatan penting di pemerintahan dan imbalan harta yang diberikan kepadanya.

Ath-Thabari hidup pada masa keemasan Islam, yaitu semasa pemerintahan Daulah Abbasiyah (750-1242 M) yang berpusat di Baghdad. Ketika Ath-Thabari lahir, yang menjadi penguasa saat itu adalah Al-Wasiq Billah atau Harun bin Muhammad Al-Mu’tasim yang diangkat sebagai Khalifah ke-9 (842-847 M).

Jika ditelusuri lebih jauh, selama hidupnya Ath-Thabari pernah mengalami pemerintahan 10 khalifah hingga khalifah ke-18, yaitu Al-Muqtadir yang berkuasa mulai tahun 908-934 M.

Gemar menuntut ilmu

Semasa hidupnya Ath-Thabari dikenal sebagai seorang yang haus akan ilmu pengetahuan. Ia memang memilih membujang hingga akhir hayatnya. Karena itu, ia memiliki kesempatan yang sangat luas untuk mencari ilmu. Ia berkeliling negeri mencari ilmu sendirian tanpa seorang pun teman menyertainya. Maka wajar jika ia sanggup menguasai berbagai disiplin ilmu, seperti fikih, sejarah, hadits, bahasa dan sastra.

Mengenai kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan ini, Ath-Thabari mengungkapkan, ''Dahulu Ayahku dalam tidurnya melihat Rasulullah dan diriku membawa sekeranjang batu sedang bersama beliau. Dalam tidurnya ayahku seolah melihat diriku sedang melempar batu di hadapan Rasulullah. Lalu ahli tafsir mimpi berkata kepada ayahku, 'Sesungguhnya anak ini (Ath-Thabari), kelak jika dewasa akan memelihara syari'atnya'. Dari mimpi itulah akhirnya ayahku membiayai diriku mencari ilmu. Padahal waktu itu aku baru kanak-kanak yang masih kecil.''

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement