REPUBLIKA.CO.ID, Nuruddin Zanki dikenal sebagai sosok yang rendah hati dan sangat taat terhadap agama. Ibnu Katsir melukiskan kesalehan sang pemimpin Muslim itu lewat sebuah kalimat, “Nuruddin itu kecanduan shalat malam, banyak berpuasa, dan berjihad dengan akidah yang benar.”
Ahli fikih di Baghdad, Abul Fath Al-Asyri Mu’id Nidhamiyyah, telah menghimpun sebuah biografi singkat Nuruddin. Dalam biografi tersebut Nuruddin digambarkan sebagai seoarang Muslim memelihara sholat tepat pada waktunya dan berjamaah. ‘’Ia menyempurnakan segala syaratnya, melaksanakan segala rukunnya, dan tuma’ninah dalam ruku dan sujudnya.’’
Ia juga merupakan pribadi yang zuhud terhadap dunia. Saking zuhudnya, konsumsi orang yang paling miskin pada zaman itu masih lebih tinggi dibandingkan yang ia makan. Pernah istrinya mengeluhkan beratnya penderitaan hidup. Maka Nuruddin pun memberinya tiga toko pribadi di Kota Homs.
Lalu ia berkata kepada istrinya, “Hanya itulah yang aku miliki. Dan jangan berharap untuk aku meletakkan jariku pada uang umat yang diamanatkan kepadaku. Aku tidak mau tenggelam ke siksa Allah karenamu.“
Ibnu Katsir juga mengatakan Nuruddin banyak membaca buku-buku agama serta mengikuti sunah Nabi. Ia senang mengerjakan kebajikan, ekonomis dalam berbelanja makanan dan pakaian. Ia tidak pernah menimbun harta dan tidak mementingkan dunia.
‘’Tidak pernah keluar dari mulutnya perkataan keji, baik ketika sedang marah maupun tidak marah. Ia banyak diam dan bersikap tenang,’’ papar Ibnu Katsir. Nuruddin adalah orang yang adil dan memperhatikan keadilan dalam segala urusannya.
Menurut Ibnu Katsir, Nuruddin)tidak pernah membiarkan pungutan (pajak) dan kesulitan dalam negerinya. Ia membebaskan semua pungutan itu di Mesir, Syam, Aljazirah, dan Maushin.
Ibnu Katsir juga berpendapat Nuruddin menjalankan pemerintahannya dengan keadilan yang memesona. Ia mengikuti syariat yang suci, menyelenggarakan berbagai forum keadilan dan memimpinnya sendiri. Bergabung di dalamnya itu hakim, ahli fikih, dan mufti dari berbagai mazhab.
Setiap hari Selasa, ia duduk di serambi masjid agar kaum Muslimin dan ahli dzimah dapat menemuinya. Ia membangun forum keadilan di negerinya. Ia duduk bersama hakim di sana untuk melayani orang yang dizalimi, sekalipun ia berasal dari bangsa Yahudi.