Metode Penulisan
Al-Fath merupakan kumpulan nasihat-nasihat yang disampaikan oleh Al-Jailani kepada para muridnya. Terlihat jelas dari corak penulisannya yang menggunakan gaya bahasa wahai anakku (ya ghulam).
Lafal ya ghulam diulang berkali-kali dan tak jarang dipakai sebagai jeda antara tema nasihat yang satu dan yang lainnya dalam majelis yang sama. Pada dasarnya, Al Fath tak hanya ditujukan kepada para muridnya, nasihat-nasihat tersebut pada hakikatnya juga diperuntukkan sebagai bahan interopeksi dan perbaikan bagi dirinya sendiri.
Petuah itu disampaikan di majelis ilmu yang dia gelar di tempat dan waktu yang berbeda-beda. Menariknya, Al-Jailani mencatat tempat dan waktu penyelenggaraan majelis lengkap dengan hari, tanggal dan tahun.
Namun, Al-Jailani tidak menuliskan tiap majelis yang pernah dia selenggarakan satu per satu. Sedangkan jumlah keseluruhan majelis yang dia ‘rekam’ sebanyak 62 kali. Salah satu bentuk ta'addub (etika) di sebuah majelis ilmu adalah melantunkan doa baik di pertengahan ataupun pengujung majelis.
Al-Jailani telah menauladankan keluhuran Islam dalam forum ilmiah. Sebagai contoh, doa yang sering dia kutip di penutup majelisnya adalah doa, “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: 'Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka."(QS. Al-Baqarah: 201).
Tetapi sayang, layaknya kitab-kitab tentang fadhail atau seruan dan keutamaan suatu ibadah dan amal kebajikan tertentu, Kitab Al-Fath memuat banyak hadits lemah (dhaif). Bahkan, tak sedikit pula mengutip hadits palsu.
Murka yang Terpuji
Pada Majelis ke-31 yang diselenggarakan pada tanggal 18 Jumadil Akhir 545 H, Al-Jailani menjelaskan ternyata tidak semua kemurkaan itu dilarang. Bahkan terdapat kemurkaan yang terpuji dan diridlai oleh Allah, yaitu tatkala rasa murka ini didasari atas kecintaan kepada Nya.
Sosok Mukmin ideal seyogianya bersikap tegas, bukan untuk menonjolkan kemampuan dirinya akan tetapi ketegasan yang dia tunjukkan adalah karena Allah untuk memperkuat agama. Mukmin sejati akan marah besar apabila batas-batas agama dilanggar sebagaimana kemurkaan macan jika hasil buruannya direbut binatang lain.
Tetap berhati hati, tegas Al-Jailani, jangan sampai menampakkan kemurkaan seolah-olah karena Allah padahal kenyataannya kamuflase belaka. Jika ini terjadi, maka bukan tidak mungkin kemunafikan akan menghinggapi. Sebab, kemurkaan yang diperuntukkan karena Allah akan tetap langgeng dan semakin bertambah sempurna. Berbeda dengan kemurkaan yang ada bukan karena-Nya.
Berusahalah, agar tiap amalan dan kemurkaan tetap ditujukan karena Allah. Banyak cara yang bisa dilakukan agar terjaga selalu, antara lain memerhatikan koridor syariat atau mengikuti dorongan hati yang tetap disesuaikan dengan tuntunan syariat. Berzuhudlah. Demikian saran Al-Jailani. Berzuhud dalam arti meninggalkan godaan dunia dan manusia akan membuat hati tenang. Cari dan mintalah ketenangan itu kepada Allah karena tak ada yang mampu anugerahkan rasa tenang kecuali Dia.
Tidak usah resah dengan tindakan orang munafik, titah Al-Jailani. Hadapi dengan penuh kebijaksanaan dan tak banyak komentar. Kecuali jika secara terang-terangan mereka melakukan maksiat dan melanggar ketentuan Allah, maka tidak ada kata diam, karena berdiam diri atas kemaksiatan haram hukumnya. Selama mampu melakukan amar makruf nahi munkar kerjakanlah. Di situlah ladang berbuat kebajikan telah terbuka lebar di depan Anda, sebab itu jangan disia-siakan. Bersegeralah lakukan sesuatu!