REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah Cina meningkatkan jumlah aparat kepolisiannya di wilayah barat, Xinjiang. Hal itu dilakukan guna mencegah konflik lebih meluas di wilayah tersebut.
Kantor berita Xinhua, Selasa (30/1), menyebutkan bahwa pemerintah Cina menambah sekitar 8.000 aparat polisi untuk ditempatkan di kawasan pedesaan. "Mereka akan menindak tegas masyarakat yang melakukan aktivitas keagamaan secara ilegal," ungkap juru bicara Partai Komunis Cina yang enggan disebutkan namanya.
Ia menambahkan peningkatan jumlah personil kepolisian merupakan langkah penting guna mengkonsolidasikan keamanan dan stabilitas perdamaian. Partai Komunis Cina melindungi kebebasan beragama. Tapi, hanya lembaga agama resmi saja yang diperbolehkan melakukan kegiatan keagamaan.
Sebelumnya, wilayah Xinjiang kembali memanas. Sempat terjadi bentrokan antara komunitas Muslim Uighur dengan polisi Cina. Dilaporkan ratusan Muslim luka-luka. Namun, data terkait korban tidak dapat dipastikan.
Apa yang terjadi sebelumnya itu merupakan kelanjutan dari bentrokan Juli 2009. Saat itu, Muslim Uighur terlibat bentrokan dengan etnis Han di ibukota Xinjiang, Urumqi. Pemerintah Cina menuduh Muslim Uighur sebagai biang keladi bentrokan itu.
Xinjiang --sebuah daerah luas nan tandus yang berbatasan dengan kawasa Asia Tengah-- adalah rumah bagi lebih dari delapan juta warga Uighur. Etnis tersebut berbicara bahasa Turki dan sebagian besar beragama Islam.