Jumat 27 Jan 2012 17:54 WIB

Muhtasib, Eksistensi Petugas Pengawas Pasar (3-habis)

Rep: Yusuf Assidiq/ Red: Chairul Akhmad
 Pasar tradisional (ilustrasi).
Foto: Antara/Fiqman Sunandar
Pasar tradisional (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Pada artikel bertajuk The Muhtasib, Caroline Stone mengungkapkan, dengan otoritas yang dimiliki, para muhtasib berwenang melakukan penindakan hukum. Termasuk menangkap dan menahan pelanggar aturan.

Pada abad pertengahan, pemerintah kota di Kairo, Andalusia, Al-Maghribi, Baghdad, Damaskus, Basra, Madinah, dan lainnya, telah membentuk satuan muhtasib.

Selain karya Al-Saqati, literatur klasik tentang eksistensi hisba dan muhtasib cukup banyak jumlahnya, tersebar merata di sejumlah wilayah Islam. Yassine Essid dalam karya berjudul A Critique of the Origins of Islamic Economic Thought, mencatat sederet tokoh yang menuliskan karya mengenai hisba dan muhtasib.

Salah satunya yakni Abu Zakariyya ibnu Umar. Sarjana ekonomi dari Andalusia abad 10 ini menghasilkan teks penting berjudul Ahkam al-Suq (Rules of the Market). Dikatakan Yassine Essid, Ahkam termasuk risalah tertua mengenai hisba.

Karya ini memuat panduan pembentukan Badan Hisba. Informasi berharga lain mengenai kondisi sosial ekonomi pada masa itu, serta sepak terjang hisba dalam mengemban fungsi dan tanggung jawab dari negara.

Ahmad ibn Abd Al-Rauf berkontribusi melalui karyanya bertajuk Risalat Ahmad ibn Abd al Rauf fi'l Hisba wa al Muhtasib. Teks ini terdiri dari 37 bab, dan selesai ditulis pada masa Khalifah Al-Hakam II. Cendekiawan legendaris Al-Ghazali turut memuji peran hisba dan muhtasib untuk menjaga kedisiplinan masyarakat, dalam mahakaryanya, Ihya Ulum al-Din.

Menurut Ghazali, badan itu sangat efektif dalam mengatur tertib hukum maupun perilaku moral anggota masyarakat di tempat umum. ''Pada konteks ini, muhtasib harus bisa membedakan ranah publik dan privat, sehingga tidak terjadi gesekan dan konflik,'' paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement