Kamis 12 Jan 2012 00:05 WIB

Tak Selamanya Masjid Identik dengan Kotak Amal

Masjid Al-Azhar di Jakarta.
Foto: Dok Republika
Masjid Al-Azhar di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Masjid tidak selalu identik dengan kotak amal. Demikian dikatakan Direktur Al-Azhar Peduli Umat, Anwar Sani.

"Masjid bisa melakukannya asalkan berdaya. Maksudnya masjid ini memiliki sektor usaha lain yang bisa memakmurkan dirinya," ujar Anwar, Rabu (11/1).

Menurutnya, sebuah masjid tidak hanya untuk beribadah. Berkaca pada zaman Rasulullah, masjid adalah tempat mengatur strategi. Di tempat itu rencana berdagang, perang, dan membangun negara dibuat. Hal ini dikarenakan masjid adalah pusat peradaban.

Hal ini coba dilakukan di Al-Azhar. Setelah kurang lebih 50 tahun, Al-Azhar memiliki travel umroh, pendidikan, dan badan usaha sendiri. "Para pendiri sejak awal sudah menjadikan masjid sebagai pusat aktivitas.

"Dulu di sini ada TPA, TK, dan kursus. Lama kelamaan peminatnya banyak dan pembayaran mulai diberlakukan. Selanjutnya, usaha ini terus berkembang seperti sekarang," tutur Anwar.

Anwar mengatakan, kegiatan di masjid seharusnya ramai setiap hari, karena orang yang butuh bantuan selalu ada tiap hari. Masjid tidak mungkin berfungsi sosial hanya pada bulan puasa saja, misalnya.

Apabila usaha dan sosial berkembang bersama, bukan tidak mungkin masjid tidak lagi bergantung pada kotak hijau bertuliskan Amal Jariyah. Namun, hal tersebut bukan berarti masjid tidak lagi menerima infaq.

"Masjid tetap menerima (infak), kapan saja. Tapi donatur bisa membayarnya di kantor. Dengan tempat pembayaran yang lebih baik dan diatur, tentu yang keluar bukan lagi recehan. Justru mereka akan mengeluarkan pundi-pundi terbaiknya. Untuk memakmurkan masjid," jelas Anwar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement