REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Ulama Sumatera Barat, Buya Mas'oed Abidin, mengisyaratkan semestinya sudah ada madrasah dan pesantren Islam yang mau menerima murid atau penuntut ilmu dari kalangan non muslim, sehingga tercipta pemahaman yang benar secara multikultural.
"Sebab pendidikan multikultural bukan cara baru, dalam Islam terkenal keluasan pikir Rasullulah SAW ketika menawan musuh-musuh Quraisy yang belum Islam di Madinah," kata Buya Mas'oed Abidin di Padang, Senin.
Menurut Buya, ketika itu, karena di antara mereka (tawanan Rasullullah, red) ada yang tidak mempunyai kemampuan materi untuk membayar tebusan sebagai syarat pembebasan tersebut.
Maka Rasulullah SAW, katanya, memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengajar sepuluh orang anak-anak Muslim sampai paham dan mengerti tulis baca dan berhitung (matematika).
"Setelah mereka menyelesaikan tugas tersebut, maka mereka dimerdekakan," ujarnya hal ini suatu peristiwa historik bahwa guru-guru non Muslim pernah dan boleh mengajarkan ilmu praktis di sekolah Muslim. Peristiwa bersejarah tersebut, katanya, merupakan gambaran Islam melaksanakan sistem pendidikan multikultural.
Akan tetapi yang mesti dijaga adalah mereka guru-guru tersebut agar tidak mengajarkan akidah. "Dalam dunia modern atau sejak zaman Banil Ahmardi Spanyol dan Bhada masa Khulafak Rasyidin bahkan sampai sekarang di Mesir, Kairo menjadi tempat menuntut ilmu-ilmu Islam oleh penuntut thalabah non Muslim," katanya.
Bahkan tidak sedikit yang tertarik mendalami dan memasuki akhirnya mentaati ajaran Islam tersebut.
Perlu dipahami bahwa ilmu itu benar dan tegas. Ilmu tidak hanya milik satu keyakinan, ilmu adalah milik universal.
"Makanya Rasul memerintahkan tuntutlah ilmu sejak dari ayunan hingga liang lahat dan menuntut ilmu itu wajib hukumnya," katanya.