Kamis 06 Oct 2011 14:21 WIB

Jurus NYPD Memata-matai Pemimpin Islam (1)

Warga New York beraktifitas di bawah kamera pengintai NYPD di Times Square, New York.
Foto: AP
Warga New York beraktifitas di bawah kamera pengintai NYPD di Times Square, New York.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Harian The New York Time, saat meraih penghargaan Pulitzer pada 2007, menulis cerita tentang Sheikh Reda Shata. Tulisan itu mendeskripsikan upaya Shata melakukan rekonsiliasi tradisi muslim dengan kehidupan di Amerika.

Namun, dokumen polisi pada tahun yang sama justru mengungkapkan hal yang berbeda, sekaligus mengungkap jurus NYPD memata-matai. Shata, yang berimigrasi dari Mesir ke Amerika Serikat (AS) pada 2002, digambarkan polisi sebagai 'Tier One' orang yang menjadi perhatian. Menurut dokumen polisi, orang yang menjadi perhatian berarti individu dengan potensial ancaman berdasarkan posisinya di sebuah lokasi (wilayah), keterkaitan dengan sebuah organisasi luar negeri dengan catatan kriminal.

Polisi, menurut dokumen rahasia yang diperoleh kantor berita The Associated Press, menugaskan petugas penyamar dan seorang informan, khusus untuk mengawasi Shata. Dua petugas lainnya ditugasi mengawasi masjidnya. Padahal, Mark Mershon, agen senior Federal Bureau of Investigation (FBI), pada 2006, sudah mengatakan Shata tidak pernah dalam status penyelidikan FBI. Penelusuran rekam jejak, baik di pengadilan maupun umum, tidak pernah membuktikan adanya catatan kriminal Shata.

"Apa yang mereka dapat? Cuma buang waktu dan uang," ujar Shata di masjidnya, di Monmouth County,, New Jersey.

Terkait itu, senator dari New York Democratic pernah meminta tindakan New York Police Department (NYPD) memata-matai komunitas muslim diinvestigasi. Namun, jurubicara NYPD Paul Browne tidak membalas pesan untuk mengonfirmasi ini. 

Pada bulan Mei, Walikota New York, Michael Bloomberg dan Komisaris Polisi Raymond Kelly menggelar konferensi pers dan mendiskusikan soal dua terduga teroris. Dalam diskusi itu hadir, Mohammad Shamsi Ali, seorang imam yang biasa berada di sisi Bloomberg saat tampil di publik dan menyentuh isu-isu terkait keislaman. Shamsi Ali mengatakan komunikasi dirinya dengan walikota cukup baik. Pada Juli, dia diundang konferensi pra-Ramadhan yang digelar NYPD. Shamsi Ali menambahkan sejak tiga tahun terakhir, selalu diundang akademi kepolisian dan berbicara tentang Islam dan muslim.

Sebelumnya, pada 2006, Shamsi Ali juga mengalami nasib serupa Shata. Tahun itu, NYPD menyusupkan penyamarnya ke dua masjid di mana Shamsi Ali berperan sebagai imam, yaitu Islamic Cultural Center New York dan Jamaica Muslim Center. NYPD saat itu menduga Shamsi Ali mendengungkan radikalisme lewat retorika ceramahnya, sekaligus melakukan pencucian uang di Islamic Cultural Center New York. Sedang di Jamaica Muslim Center diduga menjadi penghubung bagi pelatihan bela diri terkait radikalisme.

Shamsi Ali membantah semua tuduhan itu. "Bagaimana anda mendeskripsikan retorika? Sebagian imam memang bersuara keras dan lantang. Soal dugaan cuci uang, seharusnya polisi memeriksa bagian pendapatan internal masjid. Salah jika menilai muslim radikal cuma karena penampilannya," tandas Shamsi Ali.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement