REPUBLIKA.CO.ID,PRISTINA - Komunitas Muslim Kosovo menuntut pemerintah kota Pristina agar mengizinkan pembangunan Masjid. Namun, tuntutan itu tak digubris lantaran pemerintah kota enggan mengambil resiko guna menekan pertumbuhan kelompok fundamentalis.
Pekan lalu, kehati-hatian itu terlihat jelas saat Rancangan Undang-Undang (RUU) Partai-partai Islam ditolak Majelis Nasional Kosovo terkait memasukan kurikulum agama untuk sekolah-sekolah negeri. RUU yang diajukan Partai Keadilan ditolak, namun itu dilakukan guna menghindari ketegangan antara kalangan Muslim moderat, sekuler dan minoritas.
Sebab, selama musim panas ini ketegangan telah terjadi. Kelompok Muslim menjalankan aksi protes guna menuntut pembangunan Masjid di ibukota Kosovo, Pristina.
"Kami pantas untuk mendapatkan tempat untuk beribadah dan menjalankan kewajiban sebagaimana yang diperintahkan Tuhan kami," papar Fatos Rexhepi, yang merupakan pemimpin jamaah Bashkohu, salah satu kelompok yang turun ke jalan menuntut pembangunan Masjid. "kami tidak akan pernah berhenti beribadah. Jadi, masyarakat diharapkan berhenti untuk menyebut kami radikal atau teroris.''
Tindak-tanduk Boshkaku nyatanya dinilai terlalu berlebihan. Banyak kritik ditujukan pada kelompok tersebut. Mereka menilai protes keras yang berujung bentrokan akan membawa dampak negatif berupa pembenaran aksi kekerasan dalam demonstrasi.
Tak Semua Setuju
Ketua Komunitas Muslim Kosovo, Xhabar Haliti, mengatakan Pristina tidak membutuhkan Masjid baru guna menampung besarnya populasi Muslim di ibukota.
"Mereka (Boshkaku) tidak resmi mewakili Islam di sini. Ini yang paling penting," kata Haliti yang juga seorang profesor agama di Universitas Pristina. "Kita tidak harus membiarkan mereka memimpin isu-isu Islam di negara kita."
Ia mengungkap sejak kampanye pengeboman NATO guna mengusir pasukan Serbia tahun 1999 dan berakhir penumpasan brutal Slobodan Milosevic terhadap mayoritas etnik Albania Kosovo, organisasi non-pemerintah (LSM) banyak berdatangan dengan dalih membangun kembali bekas zona perang.
Organisasi Muslim dari Timur Tengah misalnya, ungkap Haliti, dianggap memancing radikalisasi Kosovo dan mengobarkan militansi. Pada tahun 2010, polisi menangkap anggota organisasi asal Timur Tengah sekaligus menyita senjata dan pelindung tubuh. Para tersangka dilaporkan merupakan pengikut aliran Wahhabi dan sekte Muslim ultrakonservatif Arab Saudi.
"Kami memiliki masalah dengan keberadaan mereka. Yang kami harapkan bukan memacu radikalisasi, tetapi semangat toleransi," pungkasnya.