REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Anggaran ganda (double budgeting) dalam biaya penyelenggaraan ibadah haji berpotensi terjadi tindak pidana korupsi. Terutama pada pembiayaan yang berasal dari APBN ataupun dana optimalisasi haji. Hal ini disampaikan oleh Peneliti Indonesian Indonesia Corruption Watch (ICW), Ade Irawan, kepada Republlika di Jakarta, Senin (5/9).
Berdasarkan temuan ICW 2010, imbuhnya, fakta anggaran ganda tersebut ditemukan. Polanya, kegiatan yang semestinya sudah menperoleh subsidi dana optimalisasi haji, tetapi tetap mendapat alokasi dari APBN., Kondisi ini dikhawatirkan membuka celah korupsi. Apalagi, indikasi itu diperkuat dengan kurangnya keterbukaan pemerintah saat merumuskan biaya penyelenggaran ibadah haji.
Solusinya, Ade menyarankan pemerintah transparan ke publik saat merumuskan biaya tersebut. Dalam teori tindak pidana korupsi, segala kegiatan yang direncanakan sembunyi-sembunyi rawan penyalahgunaan. Namun demikian, pihaknya menggaris bahawi bahwa, ia tidak mempersoalkan penggunaan APBN atau APBD untuk menyokong dana ibadah haji karena haji termasuk tugas nasional.
Pihaknya menyayangkan pihak terkait yang terkesan tidak serius. Tahun 2010, ICW pernah melayangkan protes atas keberadaan double budgeting itu. Ia mendesak agar wakil rakyat lebih kritis lagi menyoroti anggaran penyelenggaraan ibadah haji. “Jangan sibuk dengan kepentingan sendiri,”katanya
Seperti diungkap Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ahmad Zainuddin alokasi dana dari APBN untuk penyelenggaraan haji mengalami peningkatan. Tahun 2010, pelaksanaan ibadah haji menyedot APBN khusus di Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama sebesar Rp. 162,3 miliar. Jumlah itu meningkat tahun ini menjadi Rp 200,9 miliar. APBN untuk pelaksanaan haji di Kementerian Kesehatan mengalami kenaikan yang sama. Tahun ini sebesar Rp.189,2 miliar. Naik dari tahun lalu yaitu Rp 169.1 miliar.