REPUBLIKA.CO.ID, Setelah sebagian besar wilayah Afrika Utara dikuasai Muslim pada tahun 700 Masehi membuat sebagian besar penduduk memeluk Islam. Karena peminat terhadap ajaran agama Islam terus membludak, tokoh masyarakat setempat bersama dinasti yang berkuasa saat itu segera membangun masjid, agar religiusitas masyarakat setempat tetap terjaga dan terkelola dengan baik. Sehingga ketika ada paham ajaran agama lain yang datang, mereka tidak terpengaruh. Itulah salah satu unsur pembangunan masjid di daerah ekspansi.
Masjid yang mereka bangun memang tidak semewah seperti bangunan masjid-masjid di Eropa. Namun, untuk ihwal luas, masjid di Afrika berani bersaing dengan luasnya masjid di Eropa. Dan lagi masjid yang terdapat di Afrika memiliki ciri khas mulai dari desain sampai warnanya tidak dapat ditiru oleh setiap masjid di seluruh dunia.
Warna yang terdapat pada masjid di Afrika adalah warna coklat. Warna coklat inilah merupakan hasil pantulan dari bahan baku utama yakni lumpur yang diproses menjadi batu bata yang selalu digunakan hampir setiap bangun masjid di Afrika Utara. Sehingga warna coklat menjadi dominan pada bangunan masjid di Afrika seperti terlihat pada keindahan masjid Uqba bin Nafik yang didominasi warna coklat tanpa cat.
Masjid yang juga dikenal sebagai Masjid Agung Kairouan dan merupakan salah satu masjid paling beserajah di Tunisia. Karena, dibangun pada tahun 670 Masehi oleh Uqba bin Nafik salah seroang sahabat Nabi yang berkuasa setelah menguasai Tunsia. Sejarahnya Uqbah bin Nafik, masuk ke Tunisia lewat Mahdia, kota pantai 30 km timur kota Sousse.
Kemudian rombongan ini menuju Kairouan, dan menetap di sana. Di kota inilah, Uqbah mengatur strategi penyebaran Islam di Afrika Utara serta mendirikan sebuah masjid besar, yang kemudian dikenal dengan nama masjid Uqbah.