Jumat 13 Oct 2017 18:01 WIB
Belajar Kitab

Manusia yang Merugi

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Kesempurnaan Manusia/Ilustrasi
Foto: Antara Foto
Kesempurnaan Manusia/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Izzuddin 'Abd al-Aziz Ibn Abd as-Salam bin Abi al-Qasim bin al-Hasan as-Sulami itu menguasai disiplin ilmu lainnya, seperti hadis, tafsir, dan sastra. Di samping itu, ia pun memiliki ketajaman intuisi dalam olah spiritual.

Hal itu tampak jelas pada karyanya yang berjudul Akhwal an-Nass wa Dzikr al-Khasirin wa ar-Rabihina (Golongan yang Merugi dan Beruntung). Ia memulai pembahasan dalam kitabnya dengan mengungkapkan sebuah fakta bahwa kebanyakan umat manusia sebenarnya masuk dalam kategori merugi. Hanya sedikit saja yang beruntung. Ia berpendapat, tolok ukurnya cukup sederhana.

 

Untuk mengukur merugi atau tidaknya seseorang cukup dilakukan dengan merefleksikan secara jujur tingkah lakunya dengan Alquran dan sunah. Bila ternyata telah sesuai, maka ia beruntung. Lain halnya kalau ia tak jujur saat proses refleksi itu.

Sebagaimana disebutkan dalam surah al-Ashr, bahwa sesungguhnya semua orang merugi kecuali mereka yang memiliki empat kriteria, yaitu iman, amal saleh, saling berwasiat kepada kebenaran, dan terakhir ialah berwasiat agar tetap bersabar. Tetapi, jarang sekali keempat sifat ini terkumpul dalam diri seseorang. Sangat nadir pada zaman dengan tingkat kompleksitas hidup seperti ini.

Ada orang bergelimang maksiat tetapi ia mengira penuh ketaatan. Ia telah jauh, tapi berpikir sangat dekat dengan-Nya. Ada yang bangga paling pintar, padahal sebenarnya ia bodoh. Banyak yang beramal, tetapi hanyalah pepesan kosong.

Hanya dengan takaran syariatlah (Alquran dan sunah), kesemuanya itu bisa diukur. Dengan ukuran itu pulalah kerugian dan keberuntungan seseorang dapat dinilai dengan gamblang. "Jika beruntung, sungguh, dia adalah wali Allah," tulisnya.

Karena itu, Izzuddin yang merupakan guru dari Ibnu Daqiq Al 'Id, tersebut menegaskan, hendaknya tidak mudah percaya jika melihat manusia bisa terbang, jalan kaki di permukaan air, atau bisa melihat dunia gaib, tetapi pada saat yang sama perilakunya menyimpang dari ajaran agama dengan cara melanggar perkara haram tanpa sebab yang diperbolehkan agama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement