Senin 05 Jan 2015 10:55 WIB

Akademisi: Tinjau Ulang Larangan Guru Agama Asing (1)

Rep: c14/ Red: Damanhuri Zuhri
Hanif Dhakiri
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Hanif Dhakiri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI memberlakukan revisi atas peraturan menteri ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 40 Tahun 2012 Tentang Jabatan yang Tertutup bagi Tenaga Kerja Asing (TKA).

Isinya, pemerintah menutup pintu untuk TKA yang berprofesi sebagai guru atau dosen agama, agar persebaran paham radikalisme tidak masuk ke Indonesia.

Terkait dengan itu, akademisi Universitas Paramadina Jakarta, Pipip A Rifa'i Hasan menilai, kebijakan Menaker Hanif Dhakiri tersebut tidak tepat.

Lebih jauh, pengajar pada Fakultas Falsafah dan Peradaban Universitas Paramadina itu mendesak agar Menaker mempertimbangkan ulang pemberlakuan revisi regulasi tersebut.

“Saya kira, harus dipertimbangkan lagi karena seharusnya ada semacam riset yang mendalam. Di samping itu, aspek-aspek persebaran ekstremisme ada banyak sekali,” ujar Pipip A Rifa'i Hasan ketika dihubungi Republika, Senin (5/1) di Jakarta.

Menurut Pipip, tidak mungkin semua guru agama asing membawa paham radikalisme atau sikap ekstrem keagamaan. Di samping itu, Pipip juga mempertanyakan, mengapa Kemenaker tidak memilah-milah sumber TKA guru agama berdasarkan negara asal dan juga organisasi pengusungnya.

Sehingga, TKA yang diperlukan lembaga-lembaga pendidikan agama di Indonesia tidak terhambat untuk masuk ke Tanah Air, menyebarkan ilmu agama yang sesuai dengan konteks kebhinekaan.

“Apa betul sumber paham radikalisme itu guru-guru agama? Tanpa memandang, dari mana negara asal mereka, dan apa organisasinya?” kata Pipip A Rifa'i Hasan, Senin (5/1).

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement