Jumat 05 Oct 2018 14:13 WIB

Waspadai Virus Sombong Sejak Dini

Virus sombong sangat membahayakan.

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Agung Sasongko
Sombong/Ilustrasi
Sombong/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Virus sombong sangat membahayakan. Potret kesombongan akut seperti tergambar dalam kecongkakan iblis. Dalam surah al-Baqarah ayat 34, kisah pembangkangan iblis saat Allah SWT memerintahkannya bersujud kepada Nabi Adam AS tersebut diabadikan.

Ternyata, virus tersebut ‘menular’ pula pada manusia. Bukan cuma iblis yang melakukannya. Lantas, bagaimana kesombongan itu muncul dari diri manusia?

Ibnu Maskawaih dalam Tahdzib al-Akhlaq menjelaskan, kesombongan muncul pada saat nafsu kebinatangan menguasai hati seseorang. Akal sehat menjadi rusak. Dampak negatif akibat serangan virus sombong yang muncul, yaitu akhlak tercela. Pada titik tertentu, yang bersangkutan mulai mencari kelemahan orang lain. 

Bagi mereka yang terjangkit sombong, kata pemilik nama lengkap Ahmad bin Muhammad bin Ya'qub Ibnu Maskawaih ini, orang lain tidak lebih baik darinya. Dia merasa paling pintar, hebat, dan merasa dibutuhkan. Jangan harap orang seperti ini mau menolong orang lain. 

Menurut sosok yang disebut-sebut sebagai pendiri filsafat akhlak itu, siapa pun sesungguhnya sangat tidak pantas bersifat sombong karena pada hakikatnya, sifat tersebut merupakan sifat Allah dengan penamaan al-Mutakabbir.

Wajar bila sifat sombong itu ada pada Tuhan sebab Dia pemilik segalanya. Sedangkan, jika manusia sombong, apa yang dia miliki? Ilmu yang ada di hatinya adalah pemberian-Nya. Tubuh dan segala aksesori juga milik Allah.

Lebih lanjut, menurut tokoh kelahiran Rayy (kini Iran), 320 H/932 M, itu, kesombongan bisa menjangkiti siapa saja. Tidak memandang faktor kelamin, status sosial, ataupun tingkat intelektualitas. Pemegang jabatan pun tidak lepas dari sifat ini, bahkan paling berpotensi.

Sebagai sanksi, kata sosok yang wafat di Ishahan, 412 H/1030 M, tersebut, Allah berjanji akan menempatkan mereka yang sombong di luar kebenaran. Hal ini seperti penegasan surah al-A'raaf ayat 146. Akibatnya, hati akan tertutup dari kebenaran.

Deteksi   

Sementara itu, Imam al-Ghazali dalam mahakaryanya, Ihya Ulum ad-Din, menyatakan, ada beberapa cara mendeteksi dan mengetahui seseorang sedang terkena virus sombong. Pertama, kelebihan seseorang karena ilmunya, baik itu ilmu dunia maupun akhirat.

Bila ilmu sudah banyak dikuasai, tak jarang dia rentan menganggap orang lain bodoh. Kalau ada orang yang lebih hebat darinya, dia akan berusaha menolaknya. Orang seperti ini ingin selalu dihormati, terutama ketika tampil di keramaian. Dia selalu minta dilayani, pandai memerintah, dan banyak berbicara.

Padahal, kata tokoh bergelar Hujatt al-Islam itu, mestinya ilmu yang dimiliki membuatnya semakin saleh beramal. Bukan sebaliknya, mengarahkan pada titik kehancuran. Ilmu yang Allah titipkan kepadanya digunakan untuk dirinya sendiri, bukan untuk diajarkan kepada orang lain.

Menurut tokoh yang dikenal dengan Algazel di Dunia Barat itu, bisa jadi orang sombong membangga-banggakan frekuensi ibadah. Saking rajinnya beribadah, menganggap orang lain tidak mampu menyainginya. Termasuk, di dalam kesombongan adalah ketika melihat kemaksiatan. Kemudian, di dalam hati tebersit ucapan, “Apa jadinya kalian ini? Mengapa tidak beramal saleh seperti aku?”

Bahkan, kata pengarang kitab Tahafut al-Falasifah ini, pemilik badan yang kekar pun bisa bersikap sombong. Dia kuat mengangkat dan mengendalikan sesuatu dengan kekuatannya. Orang lain belum tentu. “Saya kuat. Yang lain tidak.” Ini juga bisa mengarah kepada kesombongan.

Al-Ghazali menyebutkan sebuah Hadis Riwayat al-Bazzar dari Abu Hurairah berkaitan dengan sanksi sombong kelak di akhirat. Mereka akan dikumpulkan. Badannya akan menjadi kecil seperti semut. Kemudian, akan diinjak-injak karena hinanya mereka di mata Allah. Kehinaan itu muncul karena manusia menjadi sombong, seperti iblis yang tidak mau bersujud kepada Nabi Adam.

Alquran mengisahkan orang sombong seperti Firaun yang melawan Nabi Musa AS. Firaun mengaku sebagai Tuhan. Dia memerintahkan penduduk Mesir kala itu agar dirinya disembah. Dia merasa unggul dari semua manusia yang ada. Allah akhirnya memusnahkannya dengan ditenggelamkan di Laut Merah.

Raja Namrud yang hidup pada zaman Nabi Ibrahim juga masuk dalam catatan. Pada masa hidupnya, Allah menurunkan malaikat dalam bentuk burung, namun dibunuh olehnya dengan panah.

“Akulah raja segalanya. Aku telah membunuh Tuhan di surga,” ungkapnya dengan congkak. Namun kemudian, Allah mencabut nyawanya dengan nyamuk. Raja Namrud yang berbadan besar mati karena digigit nyamuk yang kecil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement