REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam kitabnya Idhotun Nasyi'in, Musthofa al-Ghulayani mengkritik perilaku para pemuda yang acuh (tidak peduli) dengan perjuangan bangsanya. Yang hanya mau tampil pada saat-saat senggang dan tenang.
Namun, enggan turun ke medan laga bila bersimbah keringat bersama para pejuang tulen. Dan, jika sukses tercapai, dia yang paling dulu tampil. Seolah-olah dia pemimpin kemenangan. Padahal, tatkala orang lain menyabung nyawa, dia justru asyik berhura-hura atau mereguk kesenangan semu, sedangkan orang lain mencari nilai-nilai kepahlawanan nyata.
Itulah watak pemuda culas yang disindir oleh pepatah Arab, La fi al-'ir wa la nafir. (Mereka tidak tergolong pada pasukan berunta (kavaleri), tidak juga pada pasukan jalan kaki (infanteri)).
Fenomena semacam itu, menurut al-Ghulayani, selalu muncul di sembarang waktu dan sembarang tempat. Dan, kelompok 'pecundang' semacam ini sering mendapat peluang memperoleh kedudukan, sedangkan para pejuang asli terlupakan dan terlantar.
''Al hasud ya yasud,'' kata al-Ghulayani yang mengutip pepatah Arab yang berarti 'pendengki tidak mungkin memegang kendali (kepemimpinan)'.
Maksudnya, manusia-manusia yang mengidap iri dengki mustahil dapat menjadi pelopor dan pemimpin suatu umat. Jika telanjur terjadi, ancaman disintegrasi, huru-hara, kudeta, dan kebencian akan selalu membayangi kepemimpinan atau pemerintahan suatu institusi.
Tokoh pemimpin yang mengutamakan iri hati merupakan wujud kepengecutan dan ketakutan tak beralasan. Sehingga, yang dipikirkannya hanya mempertahankan kekuasaan dan menyingkirkan lawan-lawan yang diduga mengincar kedudukannya. Hal ini akan membuat dirinya sebagai pemimpin serta umat yang dipimpin tidak akan pernah mendapat kemajuan, kenikmatan, dan kesenangan, baik lahir maupun batin.
Tapi, Allah SWT tidak akan membiarkan keadaan itu berlarut-larut. Setiap pendengki dan pengiri hati akan terperangkap oleh keiridengkiannya sendiri.
Hal ini seperti pepatah Arab yang mengatakan, Lillahi darul hasadi, ma a'dalahu bada-a bi shohibihi fa qotalahu. (Allah SWT Maha Mengetahui daya upaya pendengki dan alangkah adil ketentuan yang ditetapkan-Nya).
Dengki itu bagai jaring yang dipasang pendengki (untuk menjebak orang lain). Namun, jaring itu justru menjebak dan membunuh pemasangnya sendiri.
Para pemuda dianjurkan bersikap halus, lemah lembut, berprasangka baik, namun tetap waspada agar terhindar kejahatan yang dilakukan oleh orang yang berpura-pura baik. "Ittaqi syarra man ahsanta ilaihi," kata pepatah Arab. Berhati-hatilah terhadap kejahatan yang dilakukan oleh orang yang mendapat kebaikanmu.
Penulis: Girsang Slamet Hizbul Wathon