Selasa 14 Jun 2016 20:50 WIB

Perda Syariah, Betawi, dan Kepalsuan Media Sosial

 Petugas Satpol PP merazia sejumlah gelandangan dan pengemis di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Jumat (5/7).  (Republika/Yasin Habibi)
Presiden Libya Muamar Qadafi korban Arab Spring. (photo file)

Dalam banyak kesempatan, budayawan Radhar Pancadahana pun kerapkali mempersoalkan agenda seting yang kini banyak membaluri media, terutama media massa sosial.

Saking jengkelnya, Radhar ketika beberapa waktu lalu berdiskusi di Gedung Parlemen menyatakan: Kalau saya jadi presiden maka saya akan tutup media sosial!

Radhar menyatakan, saat ini Indonesia sangat butuh konsensus. Politik hingga pembentukan sistem nilai juga butuh konsensus. Namun, konsensus itu tidak bisa didapat dengan mengandalkan sikap atau pendapat media sosial.

‘’Media sosial adalah cermin dari sikap kebebasan berpendapat yang mutlak. Padahal sebenarnya di alam nyata tak ada kekebasan yang seperti itu. Akibatnya,  terjadilah sebuah situasi ‘ketiadaan konsensus’ yang ujungnya kemudian menghancurkan adanya acuan,’’ kata Radhar.

Akibat kehancuran acuan itu, maka apa yang disebut etika atau moralitas tak ada lagi.

’’Apa yang disebut beradab, bermoral, santun, baik dan buruk, pun menghilang. Setiap orang mengacu pada dirinya sendiri saja atas nama mitos kebebasan,’’ tegasnya.

Dan setelah itu terjadi, maka apa yang disebut budaya dan peradaban Indonesia akan mengalami kematian. Kalau pun kemudian masih ada, maka yang muncul adalah sisa-sia budaya dan peradaban Indonesia yang rendah mutunya.

“Kalau tak ada yang sadar mencegah proses kehancuran akibat munculnya teknologi komunikasi, informasi, dan komputasi (munculnya dunia virtual),  maka nantinya budaya Indonesia yang muncul hanyalah budaya anomali yang itu sifatnya destruktif, tidak humanis, kriminal, dan koruptif. Dan tanda-tandanya sudah terlihat jelas di depan mata. Media sosial salah satu penyebabnya,’’ katanya.

Radhar kemudian meminta semua pihak merenungkan kembali mengenai apa yang didapat dari revolusi melalui media sosial: yang terkenal dengan sebutan Arab Spring. Faktanya, karena tetap gagal mencapai konsensus  maka negara seperti Libya, Tunisia, dan Mesir malah menjadi hancur berantakan.

Di Mesir misalnya, kondisi negaraa tak kunjung membaik dan malah memunculkan rezim diktator militer yang dulu dislogankan di berbagai media sosial akan dihilangkan. Di Libya muncul perang saudara yang seolah tak ada habisnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement