Rabu 13 Mar 2019 06:33 WIB

Kisah Juraij dan Bayi Mungil yang Dapat Berbicara

Juraij dikenal sebagai ahli ibadah, tetapi sempat membuat ibunya kecewa.

Ilustrasi Bayi baru lahir
Foto: Foto : MgRol_94
Ilustrasi Bayi baru lahir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam mengajarkan setiap manusia agar beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta menaati setiap perintah-Nya. Di antaranya adalah imbauan untuk menghormati orang tua, terutama ibunda.

Kisah berikut tentang Juraij. Dia merupakan seseorang yang beriman dan beramal saleh serta termasuk umat pada era sebelum Rasulullah SAW. Kisahnya dituturkan dalam hadits Nabi SAW.

Baca Juga

"Pada suatu hari, ketika dia (Juraij) sedang shalat, ibunya datang menghampiri dan memanggilnya. Mendengar panggilan dari ibunya itu, Juraij sempat bingung, apakah tetap melanjutkan shalat atau menyahut (menjawab) panggilan ibunya.

Maka Juraij memilih tetap melanjutkan shalatnya. Ibunya lantas merasa jengkel, sehingga berdoa, 'Ya Allah, janganlah Engkau mewafatkan anakku ini sebelum Engkau mempertemukannya dengan seorang perempuan tunasusila.'

 

Doa tersebut ternyata diterima Allah. Pada suatu hari (berikutnya), Juraij sedang khusyuk beribadah di tempat peribadatannya. Tiba-tiba, datanglah seorang perempuan yang cantik muncul lalu menghampiri Juraij.

Berbagai cara dilakukan perempuan itu supaya Juraij mendekatinya untuk berzina. Namun, Juraij tetap tidak tergoda dan menampik ajakan perempuan itu.

Jengkel dengan tanggapan dari Juraij itu, perempuan tadi kemudian pergi dan mendatangi seorang laki-laki penggembala ternak. Perempuan ini lantas melampiaskan nafsunya dengan laki-laki penggembala ini.

Seiring waktu, perempuan itu pun hamil dan melahirkan seorang bayi. Ternyata, perempuan ini menyiarkan kepada khalayak, bahwa yang menghamilinya adalah Juraij.

Orang-orang lantas berkerumun mendatangi Juraij di rumah peribadatan. Massa lantas meruntuhkan rumah ibadah itu. Juraij kemudian dipaksa untuk pergi dari (perkampungan) itu.

Hampir saja Juraij terusir, sehingga tampil seorang saleh di antara mereka. Dia meminta mereka agar bersabar, dengan membiarkan Juraij shalat terlebih dahulu. Mereka pun mereda (amarahnya), sehingga membiarkan Juraij shalat.

Seusai shalat, Juraij lantas menghampiri bayi dalam buaian itu dan berkata, 'Wahai bayi, siapakah ayahmu?'

'Seorang penggembala,' jawab si bayi. Orang-orang yang menyaksikan pun terkejut, sebab belum waktunya seorang bayi (dalam usia itu) mampu berbicara.

Maka orang-orang yang telah merobohkan rumah peribadatan Juraij dan mau mengusirnya meminta maaf. 'Maafkanlah kami, wahai Juraij. Kami akan membangun kembali rumah peribadatanmu, kali ini dari emas.'

'Jangan, cukuplah kalian membangunnya dari tanah liat,' jawab Juraij (memaafkan perbuatan mereka)."

Demikianlah. Sekalipun seseorang beriman dan rajin beribadah, hendaknya tidak melukai perasaan orang tua, wabilkhusus ibu. Alquran pun telah memberi peringatan. Lihat, misalnya, surah al-Isra' ayat 23. Bahkan, dua huruf saja--semisal "Ah!"--sudah berpotensi menciderai hati mereka.

Ayat itu sendiri berarti, "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement