Selasa 26 Feb 2019 13:23 WIB

Komitmen Islam dalam Pemberantasan Korupsi (3)

Pelaku 'ghulul' melakukan kecurangan dalam pembagian harta.

Mural dengan ilustrasi tikus dan teks perlambangan korupsi di bawah jembatan layang kawasan kuningan, Jakarta Selatan.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Mural dengan ilustrasi tikus dan teks perlambangan korupsi di bawah jembatan layang kawasan kuningan, Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surah Ali Imran ayat 161 hingga 164 sering dibahas dalam persoalan bagaimana Islam memandang pemberantasan korupsi. Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar menafsirkan segenap ayat tersebut.

Menurut dia, konteks turunnya firman Allah itu adalah tentang pembagian harta rampasan perang. Pelaku ghulul adalah mereka yang lebih dahulu menyembunyikan sebagian harta rampasan perang (ghanimah) sebelum harta itu dibagi-bagi secara adil oleh komandan perang.

Baca Juga

Dengan itu, harta yang disembunyikan pelaku ghulul tidak masuk dalam pembagian. Perbuatan itu jelas melanggar ketentuan Islam, yakni ghanimah—baik besar maupun kecil—dikumpulkan terlebih dahulu seluruhnya, kemudian komandan membagikannya secara adil.

Pada zaman Nabi Musa AS, suatu ketika Bani Israil memenangkan perang. Sejumlah orang kemudian menyembunyikan sebagian ghanimah ke dalam ikat pinggangnya. Mereka takut bagian itu tidak diberikan kepadanya.

Nabi Musa AS kemudian bertanya kepada pengikutnya tentang barang-barang ghanimah. Seketika berloncatanlah dari ikat pinggang mereka barang-barang yang disembunyikan. Demikianlah cara Allah mempermalukan orang-orang yang berbuat curang itu.

Untuk diketahui, syariat yang berlaku atas Bani Israil cukup berbeda daripada syariat yang dibawa Rasulullah SAW. Pada zaman Nabi Musa AS, kaum beriman tidak boleh mengonsumsi ghanimah, sehingga seluruh harta rampasan perang itu harus dimusnahkan dengan mengharap keridhaan Allah SWT.

Adapun menurut hukum Alquran dan Sunnah Nabi SAW, ghanimah boleh dikonsumsi setelah harta itu dikumpulkan kepada dan dibagi-bagikan oleh Nabi SAW atau panglima perang.

Buya Hamka mengutip sebuah riwayat, asbabun nuzul ayat di atas berkenaan dengan kasus pasca-Perang Uhud. Para pemanah yang meninggalkan pos-posnya di bukit menyangka tidak kebagian ghanimah, sehingga mereka lalai menjalankan tugasnya.

Mengetahui hal tersebut, Nabi SAW bersabda kepada mereka, “Apakah kamu sangka kami akan berbuat curang dan tidak akan membaginya kepada kamu?” Maka turunlah firman Allah SWT tersebut.

Baca juga: Komitmen Islam dalam Pemberantasan Korupsi (4)

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement