Kamis 31 May 2018 20:00 WIB

Memaknai Kembali Iqra

Ilmu pengetahuan merupakan pelengkap pelaksanaan ajaran agama.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Agung Sasongko
Alquran
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Iqra menjadi ayat pertama dalam Alquran yang turun kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril. Thomas Djamaluddin memaknai spesial makna tersebut. Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) ini menjelaskan, ayat pertama itu mengandung makna begitu luas. Di dalamnya ada perenungan tentang fenomena alam dan penciptaan manusia.

"Jadi, di situ memang diminta membaca seluruhnya atau sekarang biasa disebut ayat-ayat kauniyah yang jelas dalam Alquran kemudian ayat-ayat kauniyah yang ada di alam. Membaca ayat-ayat di alam ini, itu yang kemudian melahirkan sains." kata Thomas kepada Republika.co.id, belum lama ini.

Selain itu, lanjut Thomas, ayat kauniyah tersebut juga melahirkan perenungan tentang hakikat kekuasaan Allah yang ada di alam ini. Terkait perenungan tersebut berkaitan pula dengan Quran surah Ali Imran ayat 90 dan 91.

Thomas mengatakan, tidak semua astronom menjadikan Alquran sebagai referensi mengingat perbedaan profil setiap astronom. Meski tidak dijadikan referensi ilmiah, Thomas menjelaskan, Alquran merupakan kerangka berpikir bahwa segala sesuatu di alam pasti mempunyai manfaat dan hikmah.

Sebagai seorang astronom, Thomas selalu mengatakan bahwa fenomena alam memiliki hikmah yang dapat diambil pelajaran. Salah satunya mengenai terbitnya matahari di kaki langit seperti dalam surah asy-Syams. "Secara astronomi menarik termasuk saya sebelum masuk dunia astronomi sering bertanya mengapa sih matahari ketika baru terbit terlihat besar sekali, apakah memang sesungguhnya besar atau pagi hari saja kemudian siang kecil," kata Thomas mengungkapkan.

Thomas menemukan jawaban dari pertanyaan- pertanyaan tersebut ketika mempelajari tentang astronomi. Hikmah yang dapat diambil dalam surah asy-Syams tersebut menurut Thomas, yaitu mengajarkan tentang kerendahan hati dan ketawadhuan."Matahari di kaki langit mestinya kita gunakan untuk mensucikan jiwa kita dan menghindari mengotorinya," ujarnya.

Thomas menambahkan, Iqra juga ada hubunganya dengan fenomena alam. Meskipun bukan buku sains, Alquran menyajikan isyarat tentang fenomena alam yang dijelaskan oleh sains. Hal tersebut dapat dilihat terkait enam fase penciptaan di dalam Alquran.

Ketua Asosiasi Ilmu Alquran dan Tafsir se-Indonesia, Sahiron Syamsuddin, mengatakan, wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sangat luar biasa. Menurut dia, perintah membaca tidak hanya terkait dengan keagamaan, tetapi juga tentang pembangunan peradaban umat manusia.

Pembangunan peradaban tersebut tidak lepas dari kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk mewujudkannya, dia berpendapat, umat Islam harus memaknai arti membaca dalam ayat Iqra dengan lebih luas. "Rasulullah dalam membangun peradaban manusia memerintahkan dalam banyak hadis agar umat Islam mencari ilmu apa pun yang bermanfaat dengan sungguh-sungguh kapanpun dan di manapun," ujar Sahiron.

Dia menjelaskan, Nabi Muhammad selalu memberikan semangat kepada kaum Muslimin. Rasulullah SAW tidak hanya menjanjikan kesuksesan duniawi, tapi juga kebahagiaan ukhrawi. Sahiron pun meminta agar umat Islam mengikuti perintah Nabi agar mengaplikasikan ayat Iqra.

Ketua Bidang Dakwah MUI, KH Cholil Nafis, menjelaskan iqra mempunyai arti membaca. Membaca dapat dimaknai sebagai teks. Kendati demikian, kata Kiai Cholil, teks tidak bisa dilepaskan dari konteks."Itu pembacaan yang komprehensif yang diperintahkan oleh Allah," katanya.

Kiai Cholil mengungkapkan, teks tulis dapat berupa kitab dan buku. Sedangkan, konteks, yaitu bisa berupa penelitian dan laporan penelitian yang tertulis atau terbukukan. Kiai Cholil menambahkan, Iqra memang tak bisa dilepaskan dari budaya ilmu pengetahuan.

Ia mengatakan, seluruh ilmu, yaitu datang dari Allah. Oleh karena itu, umat manusia harus mempelajarinya mengingat agama juga mengakui ilmu pengetahuan. Sedangkan, ilmu pengetahuan merupakan pelengkap pelaksanaan ajaran agama.

Tumbuhnya komunitas-komunitas Alquran di masyarakat, kata Kiai Cholil, perlu disambut dengan gembira. Karena membaca, ia menilai, bisa melalui ucapan, pikiran, dan tulisan. Hal tersebut yang menyebabkan munculnya komunitaskomunitas Alquran di masyarakat. "Tapi tak boleh berhenti hanya pada bacaan mulut atau hafalan, tapi juga bacaan pikiran dengan pengkajian makna yang mendalam kemudian diamalkan," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement