Senin 07 Jan 2019 17:57 WIB

Berawal dari Menerjemahkan Buku

Di Masa Abbasiyah, ada kebijakan untuk penerjemahaan karya pemikir Yunani.

Ilustrasi ilmuwan Muslim saat mengembangkan sains dan teknologi pada era Dinasti Abbasiyah di Baghdad.
Foto: Wordpress.com
Ilustrasi ilmuwan Muslim saat mengembangkan sains dan teknologi pada era Dinasti Abbasiyah di Baghdad.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh yang berjasa besar dalam bidang perbukuan atau kasanah inteletual adalah salah satu raja dalam dinasti Abbasiyah, Khalifah Al-Makmun yang memerintah pada 813-833 M. Dia sangat antusias mendorong penerjemahan berbagai karya filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani ke dalam bahasa Arab. Penerjemahan itu sebagian dilakukan secara langsung dari karya asli bahasa Yunani, sebagian lainnya hasil terjemahan bahasa Syiria dari bahasa Yunani.

Bahkan, pada era itu, Khalifah Makmun mensyaratkan agar para pejabat pemerintahnya yang non Arab diminta menguasai sedikitnya dua bahasa. Dan memang dari sanalah sumber tenaga para penerjemah buku direkrut. Salah satu jalur penandatanganannya adalah melalui Harran, kota di Mesopotamia, yang memang banyak penduduknya masih menggunakan bahasa Yunani.

Jalur datangnya para penerjemah lainnya adalah melalui Jund-i-Shahpur di Khuzistan. Kota ini dibangun oleh Kaisar Sasanid Shahpur I sebagai tempat para tawanan yang dibawa dari Syiria. Kota ini menjadi pusat ilmu kedokteran.

Baca: Jejak Buku dalam Peradaban Islam

Membanjirnya terjemahan buku dari bahasa Yunani dan Syira ke dalam bahasa Arab tersebut jelas menunjukan bahwa waktu itu sudah terdapat masyarakat pembaca yang aktif. Sedangkan pusat kebudayaan Arab yang sedang tumbuh pada saat itu adalah Baghdad.

Kota itu terletak di tepi sungai Tigris, tidak jauh dari Ctesiphon, bekas ibu kota kerajaan Persia dan ibu kota kerajaan sebelumnya, Parta Arsacadid. Baghdad sendiri dibangun pada 762 M sebagai ibukota Kekhalifahan Abbasiyah. Selain dipenuhi bangunan megah, kota ini juga dilengkapi dengan gedung perpustakaan yang lengkap.

Dalam soal perkembangan keilmuan melalui maraknya penerbitan buku, penulis 'Mankind and Mother Earth', Arnold Toynbee, menyatakan, fermentasi intelektual yang muncul pada masyarakat Islam pada masa itu didorong oleh kebutuhan untuk melengkapi ajaran Islam dengan berbagai perangkat intelektual.

Islam jelas membutuhkan sistem hukum dan sistem teologi yang memadai bagi sebagian masyarakat di kerajaan yang wilayahnya meliputi berbagai pusat peradaban kuno di mana sudah mempunyai peradaban 'lebih matang'.

sumber : Mozaik Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement