Ahad 12 May 2019 08:58 WIB

Puasa Ramadhan dan Hidup Sederhana

Puasa Ramadhan bisa jadi cara efektif melatih diri hidup sederhana

Ilustrasi Ramadhan
Foto: Reuters/Nikola Solic
Ilustrasi Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fajar Kurnianto

Allah SWT berfirman, "Bertakwa dan taatlah kalian kepada Allah. Jangan kalian menaati perintah orang-orang yang suka berlebih-lebihan, yaitu orang-orang yang sering melakukan kerusakan tanpa mau memperbaikinya" (As-Syu'araa: 150-152).

Baca Juga

Ramadhan adalah bulan pengekangan diri dari segala macam keinginan hawa nafsu negatif, dengan mengurangi makanan atau minuman. Karena orang yang terlalu banyak makan dan minum, maka nafsu atau keinginannya untuk berbuat hal-hal negatif cukup besar. Untuk itulah, sebagai langkah kontrol terhadap keinginan-keinginan ini, Allah SWT mewajibkan puasa.

Kewajiban puasa lebih jauh ternyata tidak saja dimaksudkan untuk mengontrol hawa nafsu diri sendiri, namun ia mengontrol perilaku sosial seseorang. Orang yang berpuasa akan merasakan kelaparan dan kehausan seperti halnya yang dialami orang-orang miskin.

Dengan berpuasa, seseorang akan menjadi makhluk empatik, yang merasakan apa yang orang lain rasakan. Ketika empati ini makin membesar pada diri seseorang, ia akan cepat menyadari bahwa ternyata kekayaan yang dimiliki, sejatinya bukan hanya untuk diri sendiri, tapi ada bagian orang lain yang mesti dibayarkan.

Hidup sederhana dengan demikian menjadi salah satu tujuan utama yang juga ingin digapai dari ibadah puasa. Orang yang sederhana dalam penampilan dan gaya hidup kesehariannya merupakan titik tolak kesadaran tinggi hidup bersosial.

Dengan demikian, sikap atau gaya hidup berlebihan, glamor, dan sombong adalah lawan yang harus dimusnahkan dalam sikap hidup keseharian seseorang. Karena orang yang suka berlebih-lebihan merupakan tanda sikap individualistik, yang hanya mementingkan diri sendiri tanpa mempedulikan nasib orang lain di sekitarnya.

Gaya hidup berlebih-lebihan inilah yang sering Allah SWT kecam dalam Alquran. Karena sikap ini adalah awal bencana dalam kehidupan sosial. Jika dalam diri seseorang telah tertanam ambisi untuk memperkaya diri sendiri, ia akan sangat mudah terseret untuk menghalalkan segala cara demi meraih apa yang ia cita-citakan.

Dan ini sangat berbahaya bagi kehidupan sosial. Dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar. Orang akan makin asyik dengan perilaku negatif yang dilakukannya. Akhirnya, jika gaya hidup berlebih-lebihan terus dipupuk, lambat laun ia akan menjadi budaya yang berakar kuat dan sulit dicerabut.

Rasulullah SAW menjadi teladan mulia yang memperlihatkan sikap sederhana. Meskipun beliau memiliki kedudukan terpandang di masyarakat Arab kala itu, beliau sama sekali tidak berobsesi dan berkeinginan untuk memamerkan kedudukannya. Rumah beliau sangat sederhana, alas tidur pun hanya pelepah daun kurma yang membekas di pipi beliau setiap kali bangun tidur. Sikap hidup sederhana ini pulalah yang dibudayakan oleh para khalifah sepeninggal Nabi SAW.

Menahan makan dan minum pada siang hari di bulan suci Ramadhan merupakan cara efektif melatih seseorang menjadi sosok-sosok manusia sederhana dalam kehidupan sosialnya. Seorang yang sederhana dalam hidup akan mudah bergaul dengan masyarakat segala kalangan. Interaksi ini pada akhirnya akan mengantarkan pada tercapainya keseimbangan dalam kehidupan sosial.

Jika keseimbangan ini terjadi, maka besar kemungkinan, problem-problem yang sedang dihadapi akan dengan mudah terselesaikan. Firman Allah SWT, "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami, dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir" (Ali 'Imran: 147).

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement