REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak mubaligh yang menganjurkan kaum perempuan agar tidak ikut ke masjid menunaikan shalat berjamaah.
Mereka berdalil dengan sabda Nabi SAW kepada Ummu Humaid as-Sa'diyah, "Shalatnya salah seorang (perempuan) di makhda' (kamar khusus yang digunakan untuk menyimpan barang berharga) lebih utama daripada shalatnya di kamarnya. Dan shalatnya di kamar lebih utama daripada shalatnya di rumahnya. Dan shalatnya di rumahnya lebih utama daripada shalatnya di masjid kaumnya. Dan shalatnya di masjid kaumnya lebih utama daripada shalatnya bersamaku." (HR Ahmad).
Hadis yang dihasankan Al-Albani ini juga menjadi dalil Mufti Arab Saudi, Abdul Aziz bin Baz, ketika ditanya soal shalat kaum perempuan. Manakah yang lebih utama, shalatnya kaum perempuan di rumah atau di Masjidil Haram yang keutamaannya 100 ribu kali lipat dibanding shalat di masjid biasa? Bin Baz tetap mengatakan, shalat kaum perempuan lebih utama di rumah saja.
Hal ini terkadang menuai kegelisahan bagi kaum perempuan. Di satu sisi, merekalah yang paling bersemangat untuk shalat ke masjid. Fenomena di berbagai masjid, jamaah perempuan kadang lebih banyak dibanding jamaah laki-laki. Sementara, ketika mereka ingin shalat ke masjid, ada anjuran agar mereka lebih utama untuk shalat di rumah saja.
Para fuqaha memang berbeda pendapat dalam persoalan ini. Beberapa ulama lebih cenderung menghukum secara tekstual dari hadis tersebut. Sementara, ulama kontemporer lebih cenderung mengkaji aspek mudarat-maslahat serta tinjauan fiqh aulawiyat (prioritas). Kebanyakan fuqaha mu'ashirah tetap menganjurkan kaum perempuan untuk shalat ke masjid sebagaimana kaum laki-laki.
Ulama kontemporer berpendapat, penekanan dalam hadis riwayat Imam Ahmad tersebut bukan pada larangan ke masjid, melainkan perhatian kaum perempuan untuk lebih menjaga hijab.
Makhda' lebih tertutup dari kamar. Kamar lebih tertutup dari rumah. Dan rumah lebih tertutup daripada masjid kaumnya. Kemudian masjid kaumnya lebih tertutup daripada masjid jami. Berarti yang dimaksud hadis tersebut adalah penegasan agar kaum perempuan lebih memperhatikan penutup (sitr) pada saat shalat.
Selain itu, ulama kontemporer juga mengkaji asbabul wurud (latar belakang keluarnya hadis Nabi SAW) dari hadis riwayat Imam Ahmad ini. Menurut mereka, hadis ini dikeluarkan ketika maraknya gangguan yang dihadapi kaum Muslimin dari orang-orang kafir. Tak jarang kaum Muslimin mendapatkan pelecehan dan penistaan di tempat umum. Tentu saja kondisi rawan keamanan ini sangat berbahaya bagi kaum perempuan yang lemah secara fisik.
Adapun saat ini tak ditemui lagi kondisi rawan keamanan sebagaimana zaman Rasulullah SAW dahulu. Maka, dengan hilangnya 'illat (penyebab) berupa rawan keamanan, hilang pula hukumnya berupa anjuran shalat berjamaah lebih utama di rumah bagi perempuan. Jadi, kaum perempuan tetap dianjurkan ke masjid selama aman dari fitnah dan bisa menjaga auratnya dengan baik.