Rabu 09 Mar 2011 09:37 WIB

Partai Republik AS Dukung Rapat 'Radikalisasi Muslim' di Capitol Hill

Pemimpin Kongres dari Kubu Partai Republik, Eric Cantor
Foto: NY TIMES
Pemimpin Kongres dari Kubu Partai Republik, Eric Cantor

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Menyebut bahwa ekstremisme dalam Islam adalah ancaman nyata yang harus dihadang, para petinggi Partai Republik di parlemen AS, Selasa (8/3) mendukung kuat keputusan ketua Komiter Keamanan Dalam Negeri, Peter T. King, untuk menggelar dengar pendapat tentang Radikalisasi Muslim. Menurut King, rapat yang bakal dilakukan Kamis pekan demi menginvestigasi bagaimana Muslim radikal dibentuk di Amerika.

Namun suara penolakan datang dari kubu Demokrat, begitu juga grup hak asasi manusia dan keagamaan lain. Mereka mengatakan King hanya menyasar komunitas Muslim. Rapat itu pun berpotensi menguatkan sentimen anti-Islam yang sudah tumbuh di AS, sekaligus mengundang para ekstremis dunia untuk lebih aktif bergerak.

King, anggota Kongres dari Partai Republik--yang juga dikenal Grand Old Party (GOP)--perwakilan New York, meyakini perlu menggelar rapat karena menyaksikan lebih dari 100 ribu konstituennya tewas dalam serangan WTC.

Rapat pertama Kamis nanti akan memasukkan kesaksian dari para kerabat Muslim AS garis keras yang terlibat terorisme. Pernyataan Keith Ellison, satu-satunya anggota Kongres beragama Islam dari kubu Demokrat wakil Minnesota, juga menjadi salah satu agenda.

Berbicara kepada reporter Selasa, Pemimpin Kongres dari Kubu GOP, Eric Cantor, mengatakan penolakan terhadap upaya King sangat tak beralasan. Ia menekankan tujuan rapat adalah 'memeriksa bagaimana menjalin kerjasama lebih baik dengan komunitas Muslim di AS untuk menghentikan penyebaran pandangan ekstremisme dalam Islam'.

"Masalah sangat gamblang, yakni menyangkut kegiatan terorisme," ujar anggota GOP dari Virginia itu. Ia menyebut kaitan antara tersangka teroris di Fort Hood dengan ekstremisme Muslim. "Tak diragukan lagi, ekstremisme dimotivasi oleh mereka dari Asia Tengah dan Timur Tengah dan mereka menggunakan ini mendukung aksi teroris mereka," ujarnya. "Karena itu kami memandang rencana Ketua King sangat masuk akal dan mendukungnya."

Namun ketua kubu Demokrat yang menguasai mayoritas kursi Senat, Harry Reid dari Nevada, beberapa jam kemudian, menyerang balik komentar Eric Cantor. Ia menyatakan 'luar biasa prihatin atas rapat yang ia pandang menjelekkan citra Muslim lain sebagai warga negara taat hukum yang telah berkontribusi kepada masyrakat.

Reid juga menekankan efek serupa juga timbul bila dengar pendapat Kongres itu juga dilakukan untuk menginvestigasi Katholik, Yahudi, atau komunitas lain yang hanya didasarkan semata-mata pada agama mereka.

Menanggapi komentar Reid, presiden asosiasi keluarga korban tragedi WTC, Keluarga untuk Amerika yang Aman, Peter Gadiel, berkata, "Saya pikir ada perbedaan besar di sini. Bila orang-orang menyadari, Yahudi dan Katholik tidak memotivasi orang untuk melakukan terorisme," ujarnya.

"Saya tidak pernah mendengar Gereja Metodis di Selatan berkonspirasi untuk meledakkan bangunan atau membunuh tentara di markas militer," ujar Gadiel. "Sementara kita tahu dan kita dengar sesuatu yang disebut jihad kekerasan dan itu tak berkaitan dengan Gereja Metodis, itu berhubungan dengan Muslim," ujarnya.

Rapat Kongres yang diagendakan 6 bulan sebelum peringatan ke-10 tragedi WTC, telah memercikan debat panas di wilayah politik. Sejumlah lontaran kritik menyamakan acara King dengan dengar pendapat yang digelar mantan Senator GOP, Joseph McCarthy saat berupaya mengekspos komunis pada 1950-an.

Mengomentari itu King menyebut penentangnya 'terikat dengan politik kebaikan'. Ia menegaskan tak berniat membatalkan rencana dengar pendapat dan melakukan apapun yang ia miliki dalam kekuasaannya untuk mencegah serangan teroris lain terjadi.

Kepala badan konsultasi, American Center for Law and Justice, Jay Sekulow menyambut baik upaya itu. Ia menyebut sebagai langkah maju untuk membentengi negara dari terorisme yang berkembang di daratan AS.

"Tak diragukan ada pola faktual Muslim AS menjadi radikal dan menciptakan kekacauan di sini, d tanah Amerika," ujar Sekulow. "Rapat ini didesain untuk menyingkap apa yang sedang terjadi di bangsa ini, bagaimana al Qaidah dan organisasi teroris lain merekrut dan memanipulasi Muslim Amerika untuk menyerang AS. Rapat ini bukan menarget komunitas tertentu, melainkan untuk melindungi tanah air," ujarnya.

Namun, eksektif direktur dari Komite Gabungan Gereja Baptis untuk Kebebasan Beragama, J Brent Walker, mengatakan rapat hanya akan mengirim pesan lebih luas bahwa Muslim menghadirkan ancaman terorisme lebih besar ketimbang agama lain.

"Itu memunculkan prespesi bahwa potensi terorisme di luar Islam tak cukup gamblang untuk dijadikan agenda dengar pendapat pula," ujar Walker.

sumber : Washington Post
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement