REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR-Muktamar Nasional I Asosiasi Muslim Penyelenggara Umrah dan Haji (AMPHURI) akan merekomendasikan hal-hal penting dan strategis terkait penyelenggaraan ibadah haji khusus, termasuk dersakan revisi UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji.
Sebab, menurut Sekjen AMPHURI, Artha Hanif, banyak persoalan yang terkait pelaksanaan ibadah haji khusus dan belum terakomodir oleh UU, Peraturan Presiden, ataupun Kebijakan Menteri Agama "Karena UU hanya menyebutkan 5 pasal saja yang terdapat pada bab 12 pasal 38-42 sangat ringkas karena banyak sekali persoalan yang belum terjawab oleh regulasi,"jelas dia saat dihubungi Republika di sela-sela Munas I AMPHURI, di Bogor, Senin (17/1)
Artha mencontohkan salahsatunya adalah sistem pendaftaran haji khusus dengan mekanisme first come first serve yang terkesan dipaksakan. Apalagi, target yang diharapkan dari sistem tersebut mencakup transparansi dan pemberian jaminan keberangkatan tidak pernah seratus persen terbukti.
Justru kesemerawatutan pendaftaran yang terjadi. Sebab, dalam Peraturan Menteri No 06 2010 disebutkan para calon jamaah haji khusus wajib mendaftar sendiri secara langsung tanpa diwakilkan. Semestinya, berdasarkan UU NO 13 2008, penyelenggara ibadah haji khusus PIHK lah yang berkewajiban mengurus persiapan calhaj dan memastikan keberangkatannya. “Tapi nyatanya antara UU dan Peraturan Menag tidak sejalan,”kata dia
Selain itu, dikatakan Artha, Munas I akan memilih kepengurusan baru periode 2011-20014 dan merumuskan agenda-agenda dan program kerja selama masa kepemimpinan mendatang. Dia berharap, Munas I yang dihadiri oleh 105 anggota AMPHURI dapat melahirkan keputusan strategis bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan ibadah haji terutama haji khusus.”Manfaatkan momen Munas sebagai titik tolak perbaikan dan pelayanan ibadah haji bagi para jamaah,” pungkas dia.