Rabu 03 Nov 2010 02:42 WIB

Ahli KeIslaman Indonesia Semakin Sedikit

Rep: Yulianingsih/ Red: Siwi Tri Puji B
Direktur Pendidikan Tinggi Islam Kementrian Agama RI Prof Dr Machasin MA memberikan kenang-kenangan terhadap para pakar Kajian KeIslaman yang menjadi pembicara dalam Konferensi Internasional Kajian Ilmu-ilmu KeIslaman di Banjarmasin, Selasa (2/11). Konfere
Foto: Yulianingsih/Republika
Direktur Pendidikan Tinggi Islam Kementrian Agama RI Prof Dr Machasin MA memberikan kenang-kenangan terhadap para pakar Kajian KeIslaman yang menjadi pembicara dalam Konferensi Internasional Kajian Ilmu-ilmu KeIslaman di Banjarmasin, Selasa (2/11). Konfere

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Mantan Menteri Agama yang saat ini menjabat sebagai Ketua Badan Wakaf Indonesia, Tholha Hasan, merasa prihatin dengan semakin sedikitnya calon sarjana Islam yang menggeluti ilmu-ilmu kalam, tafsir, dan tasawuf di Indonesia. Menurutnya, calon sarjana di Indonesia lebih banyak yang mengeluti ilmu-ilmu tarbiyah.

"Saya miris melihat ketidak seimbangan ilmu keislaman di Indonesia. Sepuluh atau dua puluh tahun ke depan kita sulit untuk menemukan ahli tasawuf dan pemikir Islam di negara ini," terangnya saat berbicara dalam Sidang Pleno I Konferensi Internasional Kajian Ilmu-ilmu KeIslaman Annual Conference on Islamic Studies (ACIS) di Banjarmasin, Selasa (2/11).

Menurutnya, dari ratusan pendidikan tinggi agama Islam (PTAI) di Indonesia setiap tahunnya meluluskan 50 ribu orang sarjana dari SI sampai S3. Maka dalam waktu sepuluh tahun Indonesia akan dibanjiri oleh sedikitnya 500 ribu sarjana muslim. Namun dari jumlah tersebut hanya sedikit yang menguasai ilmu-ilmu tentang pemikiran Islam baik itu tasawuf, kalam dan penafsiran.

Padahal kata dia, saat ini perkembangan tarekat di Indonesia sangat banyak dari yang sesat hingga yang benar. Namun kata dia, tidak ada sarjana Indonesia yang melakukan penelitian terhadap fenomena itu secara intensif karena kurangnya ahli di bidang tersebut.

Direktur Pendidikan Tinggi Islam Kementrian Agama RI Prof Dr Machasin MA mengakui semakin minimnya ahli pemikir Islam di Indonesia. Menurutnya, hal itu akibat dari budaya dan faham instans yang saat ini berkembang di Indonesia.

"Orang memang lebih suka yang instan, belajar dapat ijazah baru setelah itu bisa bekerja," terangnya. Machasin juga mengakui bahwa PTAI saat ini kesulitan mencari calon-calon pemikir Islam yang berkualitas untuk dididik secara intensif.

Karena itulah sejak tahun 2009 lalu, Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Kementrian Agama telah meluncurkan program khusus untuk mencetak para pemikir Islam di Indonesia itu.Melalui program khusus tersebut, pihaknya mengembangkan program kajian Islam dengan dua keahlian yaitu analisis ilmu tradisional dan ilmu modern.

"Mahasiswa yang masuk di program ini kita berikan beasiswa. Dengan ini diharapkan ahli-ahli pemikir Islam di Indonesia akan terus bertambah," tambahnya.

Menurutnya, saat ini ada 630 PTAI di Indonesia dengan jumlah mahasiswa sebanyak 200 ribu orang. Jumlah tersebut memang cukup banyak sekali. Tetapi dari jumlah itu hanya berapa persen yang merupakan sarjana pemikir Islam (kajian Islam). "Karenanya dari jumlah itu kita targetkan bisa mendidik sekitar seribu sarjana pemikir Islam  yang betul-betul memikirkan Islam ini secara mendalam dengan pengetahuan yang lebih konfrehensif," lanjutnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement