REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Bukan perkara mudah menangani perbedaan pandangan dan agama. Bukan hal gampang pula menangani terorisme. Bagaimana Pakistan meng ambil sikap mengenai hal ini. Berikut ulasan wartawan Republika, Muhammad Subarkah, yang lebih sepekan silam mengunjungi Pakistan.
Sebuah bajaj berhenti di depan gerbang sebuah bangunan berpagar tinggi dan berarsitektur Eropa. Sesaat seorang wanita setengah baya turun dari kendaraan itu. Sembari membenahi gaun dan kerudungnya, dia berjalan ringan masuk ke halaman gedung. ''Assalamualaikum,'' sapanya kepada kerumunan orang di dekatnya. ''Waalaikum salam,'' jawab mereka.
Sepintas, baik gaya dandanan maupun bicara wanita ini sangatlah 'Islami'. Pakaiannya tertutup rapat tak ubahnya ibu-ibu pengajian di Indonesia. Tapi dia sejatinya bukan hendak ke pengajian, melainkan untuk menghadiri misa kebaktian di Gereja St Mary Cathedral, di Kota Multan, Pakistan.
Mungkin ini mengejutkan. Tapi itu kenyataan di Pakistan. ''Gereja kami ini gereja Kristen Protestan,'' ujar Samuel Kamran, anggota jemaat gereja itu. Tak hanya wanita itu saja, para jemaat perempuan lain juga berpenampilan sama. Selendang berpenutup kepala, baju longgar, dan cara berdandan tak seronok, tampaknya sudah menjadi kelaziman. Tak ada yang melihatnya dengan pandangan aneh atau mencurigainya sebagai anggota kelompok militan.
Samuel menceritakan, setiap Ahad, sekitar 500 jemaat mengikuti misa di gereja yang didirikan oleh legiun kaveleri tentara Inggris pada 1832 itu. Bangunannya berwarna merah bata dengan menara menjulang tinggi. Dari luar terkesan megah meskipun di dalamnya tampak kurang terawat. Kusamnya perabotan dan banyaknya kursi jemaat yang rusak, menandakan hal itu. ''Jika ada perayaan besar, jemaat bisa mencapai ribuan orang,'' kata Samuel.
Di kota tertua di Asia dan disebut dalam kitab Mahabarata sebagai ibu kota Kerajaan Trigarta, jumlah penganut Kristen di Kota Multan mencapai 100 ribu orang. Aliran mereka pun beragam, dengan terdapat 50 gereja. ''Tak ada yang mengganggu dan kami bebas menjalankan ibadah,'' katanya.
Di Multan, selain berdiri banyak masjid, karena di sini pemeluk Islam mayoritas, tapi kota tua ini juga memiliki jumlah penganut Sikh dan Hindu dalam jumlah signifikan. Banyak candi dan Gurdwaras tegak berdiri di sana. ''Kami dibesarkan bersama-sama dengan kaum Kristiani, juga dengan minoritas lain, seperti Hindu dan Sikh. Tak pernah ada masalah,'' kata Wakil Menteri Informasi dan Penyiaran Pakistan, Mansoor Suhail.