REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Imam Hasan al-Bashri ulama besar terkemuka dari abad pertama Hijriyah di Kota Basrah memiliki seorang tetangga yang beragama Nasrani. Hubungan sosial mereka terjalin dengan baik meskipun masing-masing berbeda keyakinan.
Syekh Hasan al-Bashri meyakini Nabi Isa Alaihissalam adalah nabi utusan Tuhan yakni Allah SWT. Sementara tetangganya yang beragama Kristen meyakini Nabi Isa adalah Tuhan.
Akan tetapi, ada perkara yang sebenarnya mengganggu ketenteraman hidup Syekh Hasan al-Bashri. Kebetulan, rumah tetangganya yang beragama Kristen itu berada di atas rumah Syekh Hasan al-Bashri, karena rumah tersebut terdiri dari dua lantai.
Sistem pipa kamar mandi orang Kristen di lantai dua itu tidak begitu bagus. Sehingga dari hari ke hari, bulan ke bulan, muncul rembesan air dari dinding toilet itu. Karena bangunan saling menempel, kebocoran pada tembok tersebut mengalir hingga ke sisi bagian dalam rumah Syekh Hasan al-Bashri.
Yang menetes dari toilet si tetangga Nasrani ke lantai ruang tengah milik Hasan al-Bashri bukan sembarang air. Sebab, pipa yang bocor itu mengalirkan air kencing yang berasal dari jamban. Sehingga rumah Syekh Hasan al-Bashri sering kali kebauan karena ditetesi air najis itu.
Syekh Hasan al-Bashri hanya menyiapkan wadah untuk menampung tetesan dari langit-langit ruang tengahnya itu. Setiap malam, ulama yang masyhur di tanah Irak itu keluar untuk membuang air kencing yang sudah memenuhi wadah tersebut.
Syekh Hasan al-Bashri bukannya tidak mengetahui sumber masalah. Akan tetapi, yang dipilihnya adalah bersabar.
Syekh Hasan al-Bashri tidak berprasangka buruk dengan berpikiran bahwa tetangganya sengaja menyulitkan dirinya dengan kebocoran air dari toilet itu.
Begitulah keadaannya hingga 20 tahun lamanya. Seperti diceritakan Imam Abu Hayyan at-Tauhidi dalam Kitab al-Imta wa al-Mu’anasah.
Pada suatu hari Syekh Hasan al-Bashri mengalami sakit yang cukup parah. Hingga tidak sanggup memimpin sholat di Masjid Raya Basrah. Halaqah-halaqah ilmu yang biasa dipimpinnya pun terpaksa libur sejenak.
Maka, orang-orang ramai menjenguknya. Tamu-tamu berdatangan, baik dari kalangan penguasa maupun rakyat biasa. Semuanya berdoa, semoga Syekh Hasan al-Bashri sang mahaguru dapat kembali sehat seperti sedia kala.
Di antara yang menjenguk Syekh Hasan al-Bashri adalah si tetangga beragama Kristen itu yang rumahnya berdempetan dengan Syekh Hasan al-Bashri. Dengan takzim, lelaki yang beragama Nasrani itu membesuknya. Saat hendak pamit, betapa terkejutnya ia mendapati bau tidak sedap dari arah ruang tengah.
Ternyata, di pojok ruangan tersebut ada wadah yang menampung tetesan air dari langit-langit. Lebih kaget lagi sang tetangga Nasrani itu. Sebab, ia yakin betul bahwa sumber kebocoran itu ialah toiletnya sendiri yang terletak di lantai dua.
Dengan ketakutan, pria itu mengambil wadah tersebut lalu membuang isinya jauh-jauh dari rumah. Kemudian, ia segera menemui lagi Syekh Hasan al-Bashri untuk meminta maaf.
“Wahai Abu Sa’id, sudah berapa lama kamu menanggung kesusahan yang disebabkan kebodohanku ini?” tanya orang Kristen itu ke Syekh Hasan al-Bashri (Abu Sa’id adalah panggilan untuk Syekh Hasan al-Bashri).
"Sudah 20 tahun hingga kini," jawab Syekh Hasan al-Bashri.
Seketika, sang tetangga memotong ikat pinggang Nasraninya. Kemudian berkata, "Wahai Abu Sa’id, saksikanlah diriku, asyhaduan laa ilaaha illa Allah, wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah. Sungguh, aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan-Nya."
Demikianlah buah dari kesabaran Syekh Hasan al-Bashri dalam hidup bertetangga. Maslahat yang diterimanya tidak hanya ketenangan batin. Bahkan, atas izin Allah SWT, ia pun mendapatkan saudara seiman yang baru. Dengan kata lain, sifatnya yang tulus menjadi jalan hidayah bagi tetangganya.