Selasa 12 Oct 2010 07:34 WIB

Hasyim Muzadi Anggap Konflik Agama Bukan Watak Indonesia

Rep: Rahmat Santosa B/ Red: Arif Supriyono
Hasyim Muzadi
Hasyim Muzadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Presiden World Conference on Religions for Peace (WCRP), KH Hasyim Muzadi,  mengungkapkan perihal konflik bernuansa agama di Indonesia. Ia menilai, bahwa konflik bernuansa agama bukanlah watak domestik bangsa Indonesia, melainkan akibat pengaruh konflik global antara Barat dan Timur setelah selesainya Perang Dingin.

''Perang terhadap terorisme mengakibatkan tersebarnya teroris, antara lain ke Indonesia,'' papar Kiai Hasyim yang juga sekretaris jenderal International Conference of Islamic Scholars (ICIS) dalam acara Konferensi Transformasi se-Asia Pasifik dalam siaran pers yang diterima Republika di Jakarta, Senin (11/10). Konferensi tersebut dihadiri para pemimpin Kristen dari berbagai negara, antara lain Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Myanmar, Amerika Serikat, Papua Nugini, Fui, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, Thailand, dan Selandia Baru.

Menurut dia, berbagai konflik massal terjadi karena faktor sistem yang terlalu longgar, kepemimpinan yang lemah, serta terusiknya rasa keadilan dan keteladanan. Di Indonesia sebelum reformasi tidak ada perang agama, ujar mantan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu, yang ada perang kemerdekaan.

Ia mengatakan, Islam masuk ke Indonesia (Nusantara) tanpa terjadi peperangan dengan agama yang sudah ada terlebih dulu, yakni Hindu, Buddha, dan agama lokal. Penyebaran Islam dilakukan melalui perdagangan serta akulturasi budaya dalam memasukkan tata nilai agama Islam.

Penyebaran Islam di Indonesia dilakukan tanpa membongkar kerajaan-kerajaan, namun pengislaman personal di dalam kekuasaan dengan penyantunan terhadap budaya lokal serta kearifan lokal Indonesia sepanjang tidak bertentangan dengan Islam dan tidak sinkretis. ''Sejarah ini membuahkan negara Pancasila sekalipun mayoritas Muslim, karena Pancasila telah memuat nilai seluruh agama,'' ucap Kiai Hasyim.

Indonesia, menurutnya, bukan negara formal agama, namun juga bukan negara sekuler karena melindungi seluruh agama tanpa mencampuri urusan ajaran agama. ''Juga tidak terjadi pemisahan agama dan negara karena akan merusak keduanya,'' ungkap pengasuh Pesantren Al Hikam di Malang dan Depok itu.

Pada kesempatan itu Hasyim juga mengajak semua pihak mewaspadai gerakan transnasional yang memaksakan masuknya sistem politik tertentu, termasuk yang berkarakter agama, ke negara lain. ''Hal ini tidak hanya melanda Islam, namun juga agama Kristen. Kita harus hati-hati,'' ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement