REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ibarat jamur di musim hujan, partai-partai yang menyuarakan kepentingan anti imigran dan anti-Islam kini ramai bermunculan di negara-negara Eropa. Yang lebih memprihatinkan, partai-partai barhaluan ultra kanan itu seakan mendapatkan dukungan dari masyarakat benua biru itu.
Dalam berbagai pemilu di negara Eropa, partai-partai ekstrim itu perlahan mendapatkan banyak suara. Setelah Geert Wilders sukses meraih banyak kursi di parlemen Belanda, kini giliran Partai Demokrat Swedia yang mengikutinya.
Dalam pemilu yang dihelat Ahad (19/9) waktu setempat, partai yang dipimpin Jimmie Akesson, itu berhasil meraih 20 kursi di parlemen Swedia. Itu merupakan kali pertama partai yang memiliki sikap Islamphobia itu masuk ke parlemen.
Bahkan, demi mengangkat status untuk mendapatkan legitimasi parlemen, Demokrat Swedia akan bergabung dengan sesama partai ultra kanan di seluruh Eropa, dari Denmark, Norwegia, dan Belanda, sampai Prancis, Belgia dan Austria. Mengikuti jejak mereka, partai Demokrat Swedia sedang belajar untuk memperluas basis dukungannya keluar konstituen inti mereka yaitu kelompok neo Nazi garis keras dan kaum muda rasialis "skinhead."
Sebagai kelanjutan dari gerakan "Swedia Hanya Untuk Swedia" yang dicetuskan kelompok anti imigran yang didirikan pada 1979 oleh para mantan anggota kelompok-kelompok pro neo Nazi. Partai Demokrat Swedia selama ini tidak begitu dilirik oleh pemilih di Swedia. Justru, partai ini kerap mendapatkan amarah publik karena gerakan neo nazi-nya.
Hanya beberapa tahun terakhir inilah, partai itu coba mengalihkan isu-isu gerakannya dengan cara mendengungkan retorika populis dengan menyasar kaum Muslim. ''Meskipun gagasan-gagasan mereka secara mendasar sama, mereka menelusuri setiap persoalan kembali kepada kaum imigran,'' ujar Anna-Lena Lodenius, jurnalis yang memonitor Demokrat Swedia sejak partai itu dibentuk pada 1988.
Basis kekuatan partai itu ada di kota-kota dan desa-desa daerah selatan Swedia. Demokrat Swedia menarik para pemilih yang kebanyakan dari kelas pekerja, dengan mempromosikan visi mereka mengenai Swedia yang menggabungkan konservatisme sosial dan homogenitas etnis dengan janji mengembalikan keaslian dan mewujudkan negara kesejahteraan. ''Sosial Demokrat secara khusus telah berpindah ke partai Demokrat Swedia, tetapi mereka juga mememangkan suara kalangan pemilih konservatif dari kubu tengah kanan,'' ungkap Lodenius.
Kini Partai Demokrat Swedia menjadi salah satu tema pembicaraan hangat usai pemilu swedia. Jajak pendapat terakhir menunjukkan koalisi incumbent, aliansi empat partai kanan tengah, coba mengatasi oposisi tiga partai kubu Merah-Hijau, di mana Demokrat Swedia memperoleh 7,5 persen yang sudah cukup untuk membuat sayap kanan ekstrem yang anti Islam itu untuk menempati posisi ketiga terbesar di negara itu.
Perolehan suara Partai Demokrat Swedia cukup mencengangkan untuk sebuah partai yang hanya memperoleh 2,9 persen pada pemilu 2006. Semua partai-partai utama telah berjanji tidak akan bekerja sama dengan partai populis ultra kanan, meskipun itu belum bisa dipastikan. Sementara, Perdana Menteri Fredrik Reinfeldt telah mengisyaratkan untuk mencari dukungan dari Partai Hijau dalam upaya memotong pengaruh Demokrat Swedia.
Meski mereka terkurung di parlemen, Partai Demokrat Swedia akan memiliki amunisi untuk menyuarakan antipati mereka terhadap imigran Muslim. Pada pemilu itu, partai tersebut mengandalkan pesan-pesan anti-Islam untuk meraih dukungan. Pimpinan partai itu, Jimmie Akesson, pernah dikritik tahun lalu setelah menggambarkan bertambah banyaknya penganut Islam di Swedia sebagai "ancaman asing terbesar Swedia sejak Perang Dunia Kedua."
Partai itu memperkuat pesan kampanye dengan menayangkan film yang memperlihatkan seorang perempuan pensiunan tua yang kehilangan uang karena dirampok geng perampok yang menyaru dengan mengenakan cadar.
Salah seorang caleg Partai Demokrat Swedia adalah Ken Ekeroth yang berusia 29 tahun. Pria yang kerap mengritik Islam ini mencapai puncak karir politiknya di partai itu meski baru bergabung pada 2006. ''Kami ingin mempersulit kehidupan Muslim di Swedia, karena kami ingin mempersulit hidup yang menganut ideologi totaliter,'' katanya.