REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Presidium Dewan Antaragama Indonesia/Interfait Relegion Council (IRC), Din Syamsuddin menilai pemerintah telah gagal menciptakan kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Pemerintah dianggap tidak mampu meneggakkan hukum bagi pihak yang menghalangi kebebasan menjalankan ibadah.
Padahal, selain hal itu menjadi amanat Undang-undang Dasar 1945, pemerintah berkewajiban menjamin kebebasan umat beragama supaya beribadah sesuai keyakinan masing-masing. ”Terancamnya kerukunan beragama pertanda negara abai,” jelas dia di Jakarta, Jumat (27/8)
Din mengungkapkan, kasus demi kasus yang mengancam keharmonian umat beragama di Indonesia harusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah. Jika dibiarkan, bukan mustahil akan menyulut peristiwa serupa dan lebih besar di sejumlah daerah. Oleh karena itu, pemerintah mesti melakukan intervensi menyelesaikan masalah ini. Intervensi tersebut, tandas dia, sebatas dalam ranah interaksi sosial dan bukan level akidah.
Menurut Din yang juga ketua umum Pengurus Pusat Muhammadiyah ini, ada dua hal yang selama ini potensial menjadi sumber konflik yaitu penyiaran agama dan pendirian rumah ibadah. Diperlukan solusi tepat yang berasaskan keadilan dan disepakati semua pihak.
Idealnya, pengaturan tersebut bisa dilakukan di internal umat beragama. Ini bisa dilakukan dengan membuat konsensus yang berisikan kode etik. Selain itu, tuturnya, dibutuhkan regulasi dan peran aktif pemerintah sebab kebebasan beribadah tidak dapat diserahkan secara mutlak kepada publik.
Namun demikian, Din optimis keharmonisan dan kerukunan umat beragama di Indonesia akan terwujud. Bangsa Indonesia mempunyai modal sebagai bangsa toleran, baik secara antropologis maupun historis. Akan tetapi, kata Din, modal tersebut harus didukung dengan peran aktif dan aksi nyata pemerintah. ”Negara tidak hanya berkata-kata tapi harus bekerja secara nyata,” desak dia.