REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Penurunan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar 80 dolar AS, dari 3.422 dolar AS di tahun sebelumnya menjadi 3.342 dolar AS atau Rp 31.080.600, dianggap belum signifikan.
Pasalnya, dalam biaya haji terdapat tiga saku yakni saku dari masing-masing jamaah yang dibayarkan untuk keperluan pembiayaan jamaah seperti penerbangan dan penginapan (direct cost), saku dari biaya optimalisasi dana haji yang berasal dari jamaah tahun sebelumnya serta dari saku APBN, yang dipergunakan untuk biaya tak langsung untuk menanggung petugas, dan pelayanan umum di Arab Saudi (indirect cost) . ''Penurunan ini hanya memindahkan saku yang satu ke saku yang lain,'' kata anggota komisi VIII DPR, Iskan Qolba Lubis, kepada Republika.
Hal itu, kata dia, artinya penurunan BPIH hanya sedikit. Namun, lanjut Iskan, jamaah haji tahun ini akan merasa BPIH turun sebesar Rp 5 juta (berdasarkan perhitungan kurs dolar AS, dibandingkan 2009), tanpa mengetahui bahwa penurunan itu hanya karena pemindahan antar saku. Ia kemudian menjelaskan, jika kini ada penurunan biaya, hal itu bisa dilakukan dengan menerapkan efisiensi di saku biaya optimalisasi haji dan memasukkan kelebihan dananya ke direct cost.
Pemindahan biaya antar saku tersebut kemudian dibantu dengan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah yang sedang turun, dan penurunan harga tiket yang tak banyak. Namun demikian, Iskan menyatakan, penurunan tersebut untuk tahun ini sebenarnya sudah cukup adil. Sayangnya, akan menjadi tak adil bagi jamaah haji tahun berikutnya.
Sebab, dengan melakukan efisiensi pada saku indirect cost, otomatis membuat jamaah haji berikutnya membayar lebih mahal agar bisa menutupi kekurangan indirect cost tahun ini. ''Belum lagi ada kenaikan dolar atau harga penginapan dan sebagainya, jadi tidak adil dan membuka kesempatan tindak pidana korupsi,'' kritiknya.