Sabtu 29 May 2010 01:07 WIB

Tiga Alternatif Pengelolaan Dana Haji Sesuai Syariah

Rep: gie/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-–Indonesia memperoleh kuota haji 200 ribu orang per tahunnya. Saat ini dengan sekitar 1 juta orang yang berada dalam daftar tunggu haji membuat dana haji yang mengendap cukup besar. Pengelolaan dana haji secara syariah pun terus didorong.

Dalam dialog Manajemen Dana Haji dan Potensi Bagi Perbankan Syariah, Kamis (27/5), Analis Bank Madya Tim Pengaturan Perbankan Syariah Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, Bambang Himawan, memaparkan tiga alternatif pengelolaan dana haji. Pertama, pengelolaan dana haji di bank syariah. Kedua, mendirikan bank syariah haji, dimana dana masyarakat yang terhimpun adalah setoran dana haji. Ketiga, investasi dana haji melalui wakaf uang.

Bambang menjelaskan manfaat yang dapat diperoleh dari alternatif satu adalah calon jamaah dapat memperoleh bagi hasil, purifikasi pengelolaan dan hasil serta dananya dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). “Dengan penempatan di bank syariah akan mendukung industry perbankan syariah. Namun di sisi lain ada dampaknya juga karena bank syariah perlu tambah modal dan adanya kemungkinan calon jamaah tidak puas dengan bagi hasil yang diterima,” papar Bambang.

Sementara, lanjut dia, jika mendirikan bank syariah haji, pengelolaan dana akan menjadi lebih fleksibel. Jika bank syariah haji berdiri, bank tersebut pun akan masuk menjadi bank syariah ketiga terbesar di tanah air dengan aset dapat mencapai Rp 20 triliun. Dua bank lainnya adalah Bank Syariah Mandiri dengan aset Rp 24,2 triliun dan Bank Muamalat yang beraset Rp 14,9 triliun.

Kendati demikian, ia mengakui bahwa diperlukan modal besar untuk mendirikan bank syariah haji tersebut. “Setidaknya diperlukan modal Rp 2 triliun untuk back up resiko atas dana kelolaan sebesar Rp 20 triliun. Dana Abadi Umat dapat dijadikan alternatif unsur modal,” ujar Bambang.

Alternatif ketiga yang ditawarkan adalah investasi melalui wakaf uang dengan penempatan di bank syariah. Dana calon jamaah yang telah mendapat porsi haji dapat diinvestasikan melalui wakaf uang. Bambang pun mengacu pada UU No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan PP No 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU Wakaf, dimana wakaf dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu.

“Calon jamaah ada yang harus menunggu selama empat tahun dan ini dapat diinvestasikan melalui wakaf berjangka. Dengan investasi melalui wakaf uang akan memiliki multiplier effect yang luas bagi kemaslahatan umat,” tukas Bambang. Pada saat jangka waktu tersebut berakhir, nazhir (pengelola wakaf) wajib mengembalikan jumlah pokok wakaf uang kepada wakif (pewakaf). Secara tak langsung, hal tersebut turut mendukung pengembangan industry wakaf dan lembaga keuangan syariah.

Menurut Kepala Divisi Riset dan Manajemen Proyek Karim Business Consulting, Alfi Wijaya,dari tiga alternatif diatas, penempatan di bank syariah adalah yang paling feasible untuk dilakukan saat ini. “Alternatif pertama paling mungkin dilakukan saat ini karena untuk mendirikan bank syariah haji perlu pikir panjang lagi, bagaimana nanti di pengaturan sisi liabilities-nya. Sementara pengelolaan wakaf uang belum terlalu kreatif sekarang ini,” kata Alfi.

Namun, Alfi memaparkan dua tantangan internal dan eksternal bagi penempatan di bank syariah. Ia mengakui sebagian besar dana haji masih dikelola di bank konvensional, namun bank tersebut ada yang memiliki UUS atau anak perusahaan bank syariah. “Untuk mendorong pengelolaan haji secara syariah mestinya ada dorongan kebijakan dana haji itu ditempatkan di UUS atau bank syariah yang jadi anak perusahaannya, tapi tampaknya terkadang memang ada ketidakrelaan untuk melakukan itu,” kata Alfi.

Di sisi lain, tambah Alfi, tantangan eksternal yang dihadapi perbankan syariah adalah jaringan kantor. Bank syariah memang dapat membuka layanan syariah di kantor cabang bank konvensional, tapi Alfi mencatat saat ini hal yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah merumuskan dan mengonsolidasi hubungan antara bank konvensional dan bank syariah untuk menjangkau wilayah yang belum terlayani oleh bank syariah, terutama untuk penempatan dana haji sesuai syariah.

Direktur Bisnis Bank Syariah Bukopin (BSB), Eriandi, mengatakan bank induk memiliki kebijakan untuk mendorong pengembangan bank syariah yang menjadi anak perusahaannya. “Namun di lapangan saat approach bisnis terkadang berhadapan dengan bank konvensional dan kita kurang dapat bersaing,” ujar Eriandi. Walaupun begitu, lanjut dia, bank syariah juga telah memiliki dukungan teknologi informasi yang memadai.

Saat ini dana tabungan iB Haji BSB telah mencapai sekitar Rp 1 miliar. Namun fasilitas online dengan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Kementerian Agama masih menggunakan online Bank Bukopin. Eriandi menjelaskan kini pihaknya masih dalam proses untuk terhubung dengan Siskohat secara mandiri. Per April BSB memiliki aset Rp 1,9 triliun, dana pihak ketiga Rp 1,3 triliun dan pembiayaan sekitar Rp 1,3 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement