REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-–Sejumlah Anggota Panitia Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji DPR meyakini tarif angkutan haji tahun ini bisa turun. Alasannya, ada biaya beberapa komponen tarif ditawarkan Garuda Indonesia pada rapat dengar pendapat umum (RDPU), Rabu, (19/5) bisa dikurangi.
Selain itu, DPR juga mendorong maskapai haji mengoptimalisasi layanan penerbangan. ‘’Pandangan saya kalau dari penerbangan, jangankan 150 dolar AS, minimal 200 dolar AS bisa turun,’’ kata Anggota Panja BPIH DPR, Zainun Ahmadi, kepada Republika, Jumat, (21/5).
Menurut Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini, pengurangan setidaknya bisa dilakukan pada empat komponen biaya langsung. Mereka terdiri dari biaya pendaratan (landing fee), biaya penanganan di darat (ground handling fee), biaya rute (route charges), dan biaya terbang lebih (overflying).
Setelah dikaji, biaya keempat komponen ini ternyata dihitung per jamaah. Padahal, berdasarkan hukum penerbangan internasional, sejumlah komponen itu seharusnya dihitung per pesawat.
Dalam proposal Garuda, Zainun menyebutkan, biaya pendaratan dihitung per jamaah sebesar 27,52 dolar AS atau Rp 261.440. Faktanya, biaya pendaratan berlaku per pesawat hanya sekitar 360 dolar AS atau Rp 3,42 juta. Bila diasumsikan satu pesawat berisi 300-450 penumpang, maka dana jamaah terkumpul untuk membayar biaya pendaratan mencapai 7.956 dolar AS atau Rp 75,58 juta hingga 11.934 dolar AS atau Rp 113,37 juta.
Konversi mata uang menggunakan dasar pemerintah untuk layanan haji tahun ini satu dolar AS setara Rp 9.500. ‘’Jadi, perbedaannya besar sekali. Ini yang kita tanyakan kenapa komponen yang seharusnya dihitung per pesawat kok dihitung per jamaah?,’’ katanya.
Selain itu, menurut Zainun, biaya penanganan pesawat di darat dan biaya rute masing-masing ditawarkan sebesar 24,17 dan 16,99 dolar AS per jamaah. Padahal, biaya masing-masing seharusnya dihitung per pesawat 2.190 dan 850 dolar AS.
Sementara, biaya terbang lebih diusulkan sebesar 18,75 dolar AS per jamaah meski seharusnya dihitung per pesawat. ‘’Soal overflying, saya sempat nanya pada pihak maskapai kemarin kan gate di Bandara sudah jadi, karena itu tidak perlu biaya ini lagi? Tapi, jawab mereka belum mendengar informasi itu,’’ katanya.
Zainun menyebutkan, penurunan biaya haji juga bisa dilakukan dengan mendorong pihak maskapai untuk mengoptimalisasi layanan penerbangan. Selama ini, jamaah haji dipaksa untuk membayar biaya empat kali perjalanan.
Untuk mendorong optimalisasi dan efisiensi, maskapai diminta untuk mengangkut kargo dan penumpang non haji saat pesawat pulang pada tahap pemberangkatan dan berangkat pada tahap pemulangan. ‘’Dengan begini, maskapai kan bisa memperoleh pendapatan dan keuntungan sehingga beban jamaah berkurang,’’ katanya.
Langkah penurunan lainnya, menurut Zainun, adalah dengan mengoptimalisasi penggunaan bunga setoran haji jamaah untuk membiayai komponen biaya langsung. Dalam Raker tertutup bersama DPR Kamis, (20/5), Kemenag mengajukan usul agar alokasi APBN membiayai komponen haji tak langsung digunakan untuk membayar pengadaan sistem komputerisasi haji terpadu (Siskohat) terbaru senilai Rp 102 miliar. ‘’Tapi kami tidak setuju karena Siskohat yang tahun lalu dibiayai Rp 20,9 miliar masih bisa, kenapa harus diganti. Gunakan saja dulu,’’ katanya.
Oleh karena itu, dana APBN yang diusulkan membiayai Siskohat baru sebaiknya difokuskan untuk membiayai komponen haji tak langsung lainnya. Hal itu sehingga dana bunga setoran haji bisa digunakan semaksimal mungkin untuk mengurangi komponen biaya langsung ditanggung jamaah.
Anggota Panja BPIH lainnya, Jazuli Juwaeni juga mengaku optimistis ongkos naik haji tahun ini bisa tidak naik dan malah turun. Selain pengurangan, sejumlah komponen yang tidak terkait langsung jamaah sebaiknya dihapus. Salah satunya adalah biaya pelatihan bagi kru pesawat. ‘’Ngapain harus ada biaya pelatihan? Tempatkan saja pramugari reguler yang sudah bekerja hingga kini. Kan mereka sudah mendapatkan pelatihan. Ini untuk mengurangi beban jamaah,’’ katanya.