Selasa 29 Mar 2016 04:55 WIB

Ulama Hadramaut, Kisah Koloni Arab di Batavia dan Jawa

Orang Arab di Nusantara
Foto:
Suasana kawasan Tanah Abang tahun 1920.

Menurut Berg, dari tabel statistik yang terbit pada 1885, saat itu di Pulau Jawa terdapat enam koloni besar Arab, yaitu Batavia, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, dan Surabaya. Di Madura hanya satu, yaitu di Sumenep. Setiap koloni punya ciri khasnya tersendiri.

Koloni di Batavia sudah merupakan koloni terbesar di nusantara, jika dimasukkan anggotanya yang lahir di Arab. Namun, baru pada 1884 koloni ini menjadi begitu besar sehingga pemerintah Belanda mengharuskan adanya kepala koloni.

Sebelumnya, orang Arab berada dalam koloni-koloni kecil menetap di wilayah pribumi, terutama di wilayah yang ditinggali orang-orang Benggali, yang dalam bahasa Melayu disebut Pekojan, artinya "tempat tinggal Kojah" (Kojah berasal dari bahasa Persia "Khawajah" berati Benggali, atau lebih tepat penduduk asli Hindustan).

Lama kelamaan orang-orang Benggali digantikan orang Arab. Di Pekojan, hanya terdapat beberapa orang Cina dan sejumlah besar pribumi, seperti juga di semua wilayah Arab.

Rumah mereka terbuat dari batu bata dan bergaya sama dengan rumah di wilayah Eropa yang terdapat di Kota Batavia tua. Satu-dua rumah yang menggunakan balkon tertutup memperlihatkan kebangsaan penduduknya. Wilayah Pekojan sangat kumuh, tapi tampaknya orang Arab tidak terlalu menderita karenanya.

Di sana berdiri sebuah masjid yang luas dan seorang imam Arab yang sekaligus menjadi kepala sekolah. Salah satu ruangan di lantai dasar dijadikan kelas. Bangunan itu disebut dengan nama Melayu, "Langgar", dan membentuk wakaf yang makmur.

Namun, untuk shalat Jumat tidak dilakukan di Langgar, orang Arab melakukannya di masjid pribumi yang lebih besar yang terdapat di wilayah itu. Di samping langgar, di Pekojan masih terdapat masjid Arab lagi yang berukuran lebh kecil dan disebut "Zawiah".

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement