Sebelum tahun 1859, tidak tersedia data yang jelas mengenai jumlah orang Arab yang bermukim di Hindia Belanda yang menjadi jajahan Belanda. Di dalam catatan statistik resmi pemerintah kolonial, keberadaan mereka dirancukan dengan orang Bengali dan pendatang lain yang beragama Islam.
Situasi ini berubah (mulai 1870), seiring dengan perkembangan pesat teknologi perkapalan sehingga perpindahan orang dari Hadramut menjadi lebih mudah. Maka, pada tahun-tahun itulah awal dari masa yang sepenuhnya baru bagi koloni-koloni Arab yang ada di Indonesia.
Jadi, sebelum diterbitkannya data statistik resmi tersebut, saat itu mengenai jumlah orang Arab di nusantara, khususnya di Jawa, hanya diperoleh dari keterangan kira-kira yang berasal dari cerita orang tua dan tradisi setempat.
‘’Hasil penelitian saya mengenai hal itu menunjukkan bahwa orang Arab Handramaut mulai datang secara massal ke nusantara pada tahun-tahun terakhir abad XVIII. Perhatian mereka yang pertama adalah Aceh. Dari sana mereka memilih pergi ke Palembang dan Pontianak,’' tulis LWC van den Berg, penulis buku klasik yang berjudul, Orang Arab di Nusantara.
Orang Arab mulai banyak menetap di Jawa setelah tahun 1820 dan koloni-koloni mereka di bagian timur Nusantara pada 1870. Data statistik pada tahun itu, tercatat jumlah populasi orang Arab dan keturunannya sudah mencapai 10.888 orang. Di Batavia, misalnya, ada 952 orang, Cirebon 816 orang, Tegal 204 orang, Cirebon 816 orang, Pekalongan 608 orang, Semarang 358 orang, dan Surabaya (mencakup Keresidenan Surabayam Gresik, Mojokerto, Sidoarjo, Sidayu) mencapai 1626 orang. Lalu, Yogyakarta 77 orang, Surakarta 42 orang, Madura 979 orang, Kedu (Magelang) 47 orang, Cilacap 7 orang, Purwokerto 3 orang, dan Purbalingga 4 orang.