Ahad 18 Oct 2015 13:01 WIB

Awal Mula Eric Hensel Terpesona Islam

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko
Mualaf (ilustrasi)
Foto: Onislam.net
Mualaf (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pria bernama lengkap Eric Hensel ini telah melakukan kerja-kerja sosial untuk membantu orang miskin di Tunisia, Oman, Bahrain, UEA, dan Mesir. Bagi relawan berkebangsaan Amerika ini, perjalanannya ke berbagai negara tidak sebatas menemukan tempat-tempat baru, tetapi juga mendapatkan makna spiritualitas yang hilang. Mula-mula bertugas di Detroit, kemudian pindah ke Timur Tengah.

Bagi Hensel yang sudah terjun ke dunia relawan sejak muda ini, menjadi relawan lebih memuaskan ketimbang menceburkan diri ke dunia bisnis. Pria itu memandang relawan sebagai pekerjaan yang mampu membuatnya menjadi pribadi lebih baik.

Afrika Utara sudah lama menarik perhatian Hensel. Kebetulan, suatu kali dia mendapat tawaran posisi di Tunisia.

Tidak mudah baginya untuk pindah karena banyak kenalan mengatakan hal- hal negatif tentang Afrika Utara atau kawasan seputar negara-negara Arab.

 

Namun, Hensel tidak ambil pusing. Ia tetap berangkat dengan segala cara. Di Tunisia, Hensel tidak menemukan orang-orang yang secara langsung memberitahunya tentang Islam. Tunisia, kata Hensel, bukan tempat orang asing bisa benar-benar belajar agama terlalu banyak.

Namun, di sanalah dia menemukan orang-orang yang begitu baik dan menunjukkan kemurahan hati yang tulus. Bukan berarti tidak ada orang-orang tulus macam itu di belahan dunia lain, tapi untuk beberapa alasan sikap, orang-orang Tunisia menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tersimpan di dalam budaya mereka. Suatu sistem yang dianggap penting oleh semua orang dan ditaati dengan sangat baik.

"Saya tinggal di negara Muslim, tempat orang menunaikan ajaran agama mereka. Saya menyaksikan nilai-nilai Islam bertebaran dalam budaya dan adat istiadat negeri ini," kesan Hensel.

Perkenalan Hensel dengan risalah Muhammad SAW ini sebenarnya sudah di mulai sejak dia duduk di bangku perkuliahan. Saat itu, dia merasa Islam terlalu berbeda, kendati dia tidak pernah memiliki pengalaman buruk dengan Islam atau pemeluknya.

Islam akan membuatnya dipandang rendah di tengah masyarakat dan membawa perubahan gaya hidup yang terlalu besar.  Ajaran Islam tampak jauh lebih ketat dibandingkan gaya hidup yang dia praktikkan. "Saya belajar banyak tentang agama di universitas. Saya menjalin interaksi dengan Muslim juga di universitas," tuturnya.

Persentuhannya dengan Islam berlanjut di Tunisia, Dubai, Bahrain, Oman, dan seluruh negara Teluk. "Tapi, tidak ada yang benar-benar menarik perhatian sampai saya membaca sebuah buku karya seorang penulis asal Iowa," ungkap Hensel.

Penulis yang dimaksud Hensel adalah Bill Bryton. Dia menulis sebuah buku yang cukup impresif berjudul, A Short Histoty of Nearly Everything (2003). Buku itu merangkum seluruh ilmu pengetahuan yang berhasil diketahui umat manusia dari awal kehidupan hingga saat ini. Itu sebuah buku besar, sekitar 800 halaman atau lebih. Bryton menulis buku itu lantaran tidak puas terhadap pengetahuannya sendiri.

Ada beberapa informasi yang kurang tepat, tapi secara umum sangat baik. Pada setiap akhir bab, penulis menambahi catatan, "Tapi, ini kurang lima persen dari informasi yang sebenarnya di luar sana."Setelah membaca buku itu, Hensel berpikir,  "Wow! Sungguh menakjubkan, manusia benar-benar tahu banyak informasi." Perhatian pria itu tersita pada satu persoalan.

Dia terpesona betapa Tuhan melakukan segalanya bagi manusia. Ilmu Tuhan sangat luas, meliputi langit dan bumi. Manusia bahkan tidak akan pernah bisa meniru atau mempelajari seluruh apa yang Dia berikan. Buku itu seolah membuka simpul rasa ingin tahu di benak Hensel. Bersambung..

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement