Kamis 05 Mar 2015 15:47 WIB

Syamsuddin: Islam Agama yang Detail

Mualaf (ilustrasi)
Foto: Onislam.net
Mualaf (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Syamsuddin lahir di pedalaman Kalimantan Barat, di sebuah perkampungan kecil yang bernama kampung Lalang. Ayahnya sudah meninggal saat usianya 10 hari.

Syamsuddin memiliki empat orang saudara. Karena ayahnya telah tiada secara otomatis ibunya menjadi tulang punggung keluarga.

"Untungnya, Allah memberikan jalan dengan menguatkan kakak dan abangku untuk bisa membantu ibu mencari nafkah. Mereka membantu ibu dengan cara berjualan dan bekerja di ladang. Maklumlah, kami tinggal di pedalaman Kalimantan, kakak dan abangku bukanlah seorang yang berpendidikan tinggi seperti orang-orang yang tinggal di perkotaan," papar dia seperti dilansir Pesantren Mualaf Annaba Center, Kamis (5/3).

Sedari awal, Syamsuddin dibesarkan dalam tradisi Kristen. Kesulitan yang dialami Syamsuddin dan keluarga tidak membuat mereka lupa dengan ajaran agama. Sebaliknya, keluarganya diberkahi satu anugerah yakni nikmat iman dan Islam.

"Tepat pada tahun 2006, aku dan keluarga resmi menjadi seorang mualaf dan memeluk Islam. Meski usiaku masih sangat kecil pada waktu itu, namun aku tetap merasa yakin karena aku percaya kepada ibuku. Jika ia memeluk Islam, pastilah Islam agama yang baik karena ibuku juga adalah seorang yang sangat baik hatinya dalam merawat dan membesarkan kami," kata dia.

Perjalanan Syamsuddin mengenal Islam ketika bersekolah di SD Negeri 2 Tayan Hilir, Kalimantan Barat. Pada waktu itu ada seorang kakek yang mana beliau adalah seorang Muslim. Beliau adalah seorang yang sangat taat beragama. Rajin salat dan sangat baik berhubungan dengan penduduk sekitar.

"Kebetulah sang kakek ini tinggal di dekar rumah kami yang sangat sederhana. Tiap hari kakek ini selalu menyapa kami, tak bosan-bosannya ia mengucapkan assalamu'alaikum kepada kami. Meski beliau tahu bahwa kami bukanlah seorang Muslim pada waktu itu," ucapnya.

Singkat cerita, Syamsuddin mulai dekat dengan sang kakek. Banyak hal yang diajari sang kakek kepada Syamsuddin. Dimulai dari tata cara berwudhu.

"Allah adalah Tuhan semesta alam ini. Tidak ada yang mampu menandinginya. Pemilik alam beserta isinya, bahkan pemilik atas diri kita sendiri. Maka, sebagai hamba-Nya, sudah seharusnya kita berniat karena Dia dalam melakukan segala perbuatan. Mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali," kata dia.

Setiap gerakan wudhu, menurut sang kakek, memiliki makna. Misalnya, pada tahapan mencuci mulut. Si kakek menjelaskan, mulut adalah alat pencernaan mekanis yang sangat dominan dalam proses memakan makanan. Makanan yang diharuskan dalam Islam adalah makanan yang tidak hanya halal tetapi juga yang baik.

"Dengan berkumur-kumur itu, kita diharapkan dapat menjaga diri, dan hanya memakan makanan yang halal lagi baik, kata kakek. Setelah berkumur-kumur barulah kita membersihkan hidung dan membasuh wajah," kata Syamsuddin menirukan perkataan si kakek.

Syamsuddin mengakui tidak ada agama yang semulia Islam yang mengajarkan hingga sedetail ini. Islam adalah agama yang kompleks yang mengajarkan kebaikan mulai dari tidur hingga saat tidur. "Saya sungguh terkagum dan terpesona dengan keindahan Islam. Bila pembaca memahami benar, dalam agama lamaku, jika kita hendak menghadap Tuhan tidak sedetail Islam," ucap dia.

"Yang Maha Suci pasti hanya menerima mereka yang telah mensucikan diri. Inilah yang kudapati dalam Islam. Tidak ada agama lain di dunia ini yang mengajarkan kebaikan seperti agama yang kuanut saat ini, yaitu Islam," lanjut dia.

Ditengah hidup di kalangan umat yang menganut agama non-Islam yang fanatik, Syamsuddin memahami menjadi Muslim merupakan hal berat. Karena, ayahnya telah tiada, lalu siapa yang membelanya dan keluarga. Bersambung..

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement