Jumat 29 Jun 2012 21:53 WIB

Hujjatul Islam: Habib Salim Bin Djindan, Guru para Habaib (1)

Rep: Alwi Shahab/Nidia Zuraya / Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Nama Habib Salim bin Djindan tentu tak asing di masyarakat Muslim Jakarta. Pasalnya, tokoh yang satu ini begitu familiar di komunitas Betawi.

Namun demikian, tokoh ini termasuk orang yang enggan dengan popularitas dan publikasi.

Saat masih hidup, pernah seseorang ingin menuliskan autobiografinya guna dipublikasikan. Namun, dengan tegas, Habib Salim menolaknya.

''Apa yang kalian lakukan? Menulis autobiografi saya, nantinya akan membuat anak cucu saya fakhr (berbangga diri-Red),'' ujarnya.

Kemudian, Habib Salim meminta baik-baik naskah autobiografi itu dan merobek-robeknya, tanpa peduli si penulis yang menyatakan bahwa orang seperti dia perlu menerbitkan autobiografi agar diketahui masyarakat banyak.

Habib Salim adalah seorang ulama yang dilahirkan di Surabaya pada 18 Rajab 1324 H atau bertepatan dengan 7 September 1906 M. Nama lengkapnya adalah Habib Salim bin Ahmad bin Husain bin Saleh bin Abdullah bin Umar bin Abdullah bin Djindan. Ia wafat di Jakarta pada 16 Rabiul Awal 1389 atau bertepatan dengan 1 Juni 1969.

Pada periode 1940-1960, di wilayah Ibukota Jakarta, terdapat tiga ulama yang seiring sejalan dalam berdakwah. Mereka adalah Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi, Ali bin Husein Alatas, dan Habib Salim bin Djindan. Hampir semua habaib dan ulama di Jakarta berguru kepada ketiga ulama ini, terutama kepada Habib Salim bin Djindan.

Pada zamannya, nama ulama yang bicaranya suka 'ceplas-ceplos' ini sangat dikenal. Seperti lazimnya generasi Alawiyin terdahulu, sejak kecil Habib Salim mendapat pendidikan agama langsung dari ayahnya, yakni Habib Ahmad bin Djindan.

Menginjak usia remaja, ia berguru kepada Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih, seorang pakar hadis dan ahli fikih yang saat itu memimpin Madrasah Al-Khairiyah di Surabaya.

Sebagai pemuda yang haus akan ilmu, Salim bin Djindan berguru pada berbagai ulama dan aulia yang tinggal di Surabaya. Di antaranya Habib Abdullah bin Muhsin Alatas yang makamnya terdapat di Empang, Bogor, dan sampai kini diziarahi banyak orang dari Jabodetabek.

Salah satu gurunya yang tersohor adalah Habib Muhammad bin Muhammad Almachdor (Bondowoso), Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf—seorang ulama dari Gresik yang dikenal luas di Tanah Air. Tiap tahun, ribuan orang, termasuk dari Jakarta, mendatangi Kota Gresik untuk menghadiri haulnya. Dia juga berguru dengan KH Kholil bin Abdul Muthalib dari Bangkalan Madura.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement