Jumat 02 Mar 2012 17:52 WIB

Hujjatul Islam: Jamaluddin Al-Afghani, Simbol Perlawanan Imperialisme Barat (4-habis)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Jamaluddin Al-Afghani
Foto: Wordpress.com
Jamaluddin Al-Afghani

REPUBLIKA.CO.ID, Apa yang dilihat Al-Afghani di dunia Barat dan apa yang dilihatnya di dunia Islam memberi kesan kepadanya bahwa umat Islam pada masanya sedang berada dalam kemunduran, sementara dunia Barat dalam kemajuan.

Hal ini mendorong Al-Afghani untuk memunculkan pemikiran-pemikiran baru agar umat Islam mencapai kemajuan. Pemikiran pembaruan yang ia cetuskan mempunyai pengaruh besar dalam dunia Islam.

Pembaruan pemikiran Al-Afghani didasarkan pada keyakinan bahwa agama Islam sesuai untuk semua bangsa, zaman, dan keadaan. Tidak ada pertentangan antara ajaran Islam dan kondisi yang disebabkan perubahan zaman.

Dalam pandangan Afghani, jika ada pertentangan antara ajaran Islam dan kondisi zaman saat ini, maka harus dilakukan penyesuaian dengan mengadakan interpretasi baru terhadap ajaran-ajaran Islam yang tercantum dalam Alquran dan hadits. Untuk mencapai hal ini dilakukan ijtihad, dan pintu ijtihad menurutnya masih tetap terbuka.

Ia melihat bahwa kemunduran umat Islam bukanlah karena Islam tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan perubahan kondisi. Kemunduran mereka disebabkan oleh beberapa faktor.

Umat Islam, menurutnya, telah dipengaruhi oleh sifat statis, berpegang pada taklid, bersikap fatalis, telah meninggalkan akhlak yang tinggi, dan telah melupakan ilmu pengetahuan. Ini berarti bahwa umat Islam telah meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya menghendaki agar umat Islam bersifat dinamis, tidak bersifat fatalis, berpegang teguh pada akhlak yang tinggi, dan mencintai ilmu pengetahuan.

Sifat statis, kata Afghani, telah membawa umat Islam menjadi tidak berkembang, dan hanya mengikuti apa yang telah menjadi hasil ijtihad ulama sebelum mereka. Karenanya umat Islam hanya bersikap menyerah dan pasrah kepada nasib.  

Faktor lainnya adalah adanya paham Jabariah dan salah paham terhadap qada (ketentuan Tuhan yang tercantum di Lauh Mahfuz/belum terjadi). Paham itu menjadikan umat Islam tidak mau berusaha dengan sungguh-sungguh dan bekerja giat. Bagi Al-Afghani, qada dan qadar mengandung pengertian bahwa segala sesuatu terjadi menurut sebab-musabab (kausalitas).

Lemahnya pendidikan dan kurangnya pengetahuan umat Islam tentang dasar-dasar ajaran agama mereka, lemahnya rasa persaudaraan, dan perpecahan di kalangan umat Islam yang dibarengi oleh pemerintahan yang absolut, mempercayakan kepemimpinan kepada yang tidak dapat dipercaya, dan kurangnya pertahanan militer merupakan faktor-faktor yang ikut membawa kemunduran umat Islam.

Ia juga ingin melihat umat Islam kuat, dinamis, dan maju. Jalan keluar yang ditunjukkannya untuk mengatasi keadaan ini adalah melenyapkan pengertian yang salah yang dianut umat Islam dan kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya.

Menurut dia, Islam mencakup segala aspek kehidupan, baik ibadah, hukum, maupun sosial. Corak pemerintahan autokrasi harus diubah dengan corak pemerintahan demokrasi dan persatuan umat Islam harus diwujudkan kembali. Kekuatan dan kelanjutan hidup umat Islam bergantung kepada keberhasilan membina persatuan dan kerjasama.

Pemikiran lain yang dimunculkan Al-Afghani adalah ide tentang adanya persamaan antara pria dan wanita dalam beberapa hal. Wanita dan pria sama, tidak berbeda. Keduanya mempunyai akal untuk berpikir. Ia melihat tidak ada halangan bagi wanita untuk bekerja di luar jika situasi menuntut itu. Dengan jalan demikian, Al-Afghani menginginkan agar wanita juga meraih kemajuan dan bekerjasama dengan pria untuk mewujudkan umat Islam yang maju dan dinamis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement