REPUBLIKA.CO.ID, Namanya Abdullah bin Hudzafah As-Sahmy. Dia adalah seorang sahabat yang beruntung lantaran pernah menemui dua raja besar di zamannya; Kisra, Raja Persia dan Kaisar Agung, Raja Romawi.
Suatu ketika Rasulullah mengutus Abdullah bin Hudzafah untuk mengirimkan surat beliau yang berisi ajakan masuk Islam kepada Kisra Abrawis, Raja Persia. Ia pun mempersiapkan segala keperluannya. Anak-anak dan keluarganya ia titipkan kepada para sahabat.
Setelah menempuh perjalanan panjang, akhirnya Abdullah bin Hudzafah tiba di ibukota Persia. Setelah mendapat sedikit kesulitan, ia dipersilakan menghadap Kisra. Abdullah menghadap sang Raja dengan pakaian sederhana, sebagaimana kesederhanaan orang-orang Islam. Namun kepalanya tetap tegak dan jalannya pun tegak penuh wibawa.
Tatkala Kisra melihat Abdullah menghadap, dia memberi isyarat kepada pengawalnya supaya menerima surat yang dibawa Abdullah. Namun Abdullah menolak memberikannya kepada pengawal. "Rasulullah memerintahkan supaya memberikan surat ini langsung ke tangan Kisra tanpa perantara. Saya tidak mau menyalahi perintah Rasulullah," kata Abdullah.
"Biarkan dia mendekat kepadaku!" bentak Kisra dengan hati mendongkol. Ia menerima surat yang diberikan Abdullah dan memerintahkan sekretarisnya untuk membaca isinya: "Dari Muhammad, kepada Kisra, Raja Persia. Berbahagialah siapa saja yang mengikuti petunjuk..."
Baru sampai di situ sekretaris membaca surat, api kemarahan menyala di dada Kisra. Mukanya berubah merah. "Kurang ajar, berani-beraninya dia menulis namanya lebih dahulu dari namaku. Padahal dia adalah budakku," umpat Kisra geram. Surat yang sedang dibaca sekretarisnya itu ia sambar dan robek-robek. Lalu ia memerintahkan pengawalnya untuk mengusir Abdullah dari ruang pertemuan.
Setibanya di hadapan Rasulullah, Abdullah bin Hudzafah segera melaporkan segala kejadian yang dilihat dan dialaminya, diantaranya perbuatan Kisra yang merobek surat beliau.
Mendengar laporan tersebut, Rasulullah bersabda, "Semoga Allah merobek-robek kerajaannya pula!"
Pertemuan Abdullah bin Hudzafah dengan Kaisar Agung terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Al-Khathab. Pada tahun 19 Hijriyah, Khalifah Umar mengirim angkatan perangnya untuk menyerang Romawi. Dalam pasukan itu terdapat seorang perwira senior; Abdullah bin Hudzafah.
Kaisar Romawi telah mengetahui keunggulan dan sifat-sifat tentara Muslim. Sumber kekuatan mereka adalah iman yang membaja dan keyakinan yang dalam, serta keberanian mereka menghadapi maut. Jihad di Allah menjadi tekad dan cita-cita hidup mereka.
Kaisar Romawi memerintahkan kepada para perwiranya, "Jika kalian berhasil menawan tentara Muslim, jangan kalian bunuh, tapi bawa ke hadapanku!"
Ditakdirkan Allah, Abdullah bin Hudzafah tertawan. Ia dibawa menghadap sang Kaisar. Setelah memerhatikan Abdullah bin Hudzafah agak lama, Kaisar berkata, "Aku ingin menawarkan sesuatu kepadamu."
"Apa yang hendak anda tawarkan?" tanya Abdullah.
"Maukah kau masuk agama Nasrani? Jika mau, aku akan membebaskanmu dan memberikan hadiah yang besar," kata Kaisar.
Abdullah menjawab lantang, "Aku lebih suka mati seribu kali daripada menerima tawaran anda."
Kaisar tersenyum. "Aku lihat kau adalah seorang perwira yang pintar. Jika kau mau menerima tawaranku, aku akan mengangkatmu menjadi pembesar kerajaan."
Abdullah membalas tersenyum dan berkata, "Demi Allah, seandainya anda berikan padaku seluruh kerajaan anda, ditambah semua kerajaan yang ada di tanah Arab ini, agar aku keluar dari agama Muhammad walau sekejap mata, aku tetap tidak akan menerimanya!"
"Kalau begitu, kau akan kubunuh!" bentak Kaisar marah.
"Silakan, lakukanlah apa saja yang anda suka!" jawab Abdullah mantap.
Tubuh Abdullah bin Hudzafah akhirnya diikat di kayu salib. Kemudian Kaisar memerintahkan tukang panah untuk memanah lengan Abdullah. Setelah itu Kaisar bertanya lagi, "Bagaimana? Maukah kau masuk agama Nasrani?"
"Tidak!" jawab Abdullah.
"Panah kakinya!" perintah Kaisar. Maka anak panah kembali meluncur mengenai kaki Abdullah.
"Maukah kau pindah agama?" bujuk Kaisar.
Abdullah tetap menolak. Karena tidak berhasil, Kaisar menyuruh menghentikan siksaan dengan panah. Abdullah diturunkan dari tiang salib. Kaisar kemudian meminta sebuah kuali besar, lalu dituangkan minyak ke dalamnya. Setelah minyak menggelegak, Kaisar meminta dua orang tawanan Muslim. Seorang diantaranya dilemparkan ke dalam kuali. Sebentar kemudian, daging orang itu hancur hingga tulang-belulangnya keluar.
Kaisar kembali membujuk Abdullah agar mau pindah agama, namun ia tetap menolak. Akhirnya Kaisar memerintahkan pengawal untuk melempar Abdullah ke dalam kuali.
Ketika pengawal menggiring Abdullah mendekati kuali, ia menangis. Kaisar mengira Abdullah menangis karena takut. Ternyata dugaannya salah. Abdullah tetap tak mau pindah agama.
"Kurang ajar, Lalu apa yang menyebabkan kamu menangis?" bentak Kaisar.
"Aku menangis karena keinginanku selama ini tidak terkabul. Aku ingin mati di medan tempur. Ternyata kini aku akan mati konyol dalam kuali," jawab Abdullah.
"Kalau begitu, maukah kau mencium kepalaku?" tanya Kaisar tiba-tiba. "Kalau kau mau, aku akan membebaskanmu dan seluruh tawanan."
Abdullah berpikir sejenak. "Aku harus mencium kepala musuh Allah, tapi aku dan kawan-kawanku bebas. Ah, tidak ada ruginya."
Ia pun menghampiri Kaisar dan mencium kepalanya. Kaisar kemudian memerintahkan para pengawal membebaskan semua tawanan Muslim.
Setibanya di hadapan Khalifah Umar, Abdullah bin Hudzafah melaporkan semua peristiwa yang dialaminya. Khalifah Umar sangat gembira mendengar laporan Abdullah tersebut.
Ketika memeriksa pasukan Muslim yang tertawan dan bebas bersama-sama Abdullah, Umar berkata, "Sepantasnyalah setiap Muslim mencium kepala Abdullah bin Hudzafah. Nah, aku yang memulai!"
Khalifah Umar bin Al-Khathab berdiri lalu mencium kepala Abdullah bin Hudzafah As-Sahmy.