Jumat 24 Nov 2017 16:15 WIB
Belajar Kitab

Makna Bersuci

Rep: Syahruddin el-Fikri/ Red: Agung Sasongko
Bersuci/ilustrasi
Foto: thedailysheeple.com
Bersuci/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kitab yang berjudul Bulugh al-Maram min Adillaati al-Ahkam, karya Imam Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany, membahas kitab fikih lainnya, kitab Bulugh al-Maram ini membahas masalah-masalah fikih yang berkaitan dengan ibadah, melalui pendekatan hadis-hadis ahkam (hukum). Di dalamnya dibahas masalah, antara lain, thaharah (bersuci), shalat, puasa, dan zakat. Dalil-dalil yang dikemukakan berdasarkan dari sumber kitab hadis terpercaya serta dalil-dali Alquran.

Misalnya, tentang bersuci. Secara bahasa, thaharah artinya bersuci atau membersihkan diri dari kotoran. Lihat Al-I'lam 1/135, Nailul Author 1/23, dan Al-Mubdi' karya Ibnu Muflih 1/30. Adapun dari segi syara' (istilah), menurut Syekh Ibnu Utsaimin RA, thaharah dapat digunakan dalam dua makna.

Pertama, Thaharah Maknawiyah, yaitu membersihkan hati dari kesyirikan dalam beribadah kepada Allah dan membersihkannya dari penipuan dan kedengkian kepada para hamba Allah yang beriman. Kedua, Thaharah Hissiyah atau Badaniyah, yaitu membersihkan badan (tubuh) dari segala kotoran.

Merujuk pada hal tersebut, thaharah maknawiyah merupakan asal makna dalam thaharah. Karena, thaharah maknawiyah lebih umum dari thaharah badaniyah. Dan, thaharah badaniyah tidak mungkin terwujud selagi najis kesyirikan masih mengotori thaharah maknawiyah. Lihat syarah Al-Mumti' 1\19 dan Fathu Dzil Jalaly wa al-Ikram bi Syarh Bulugh al-Maram hlm 39-40, keduanya karya Syaikh Ibnu Utsaimin.

Makna thaharah ini sesuai dengan firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 28. ''Sesungguhnya kaum musyrikin itu adalah najis.'' (QS At-Taubah: 28). Hadis Nabi SAW mengenai bersuci: ''Sesungguhnya seorang Mukmin itu tidaklah najis.'' (Muttafaqun alaihi dari Abu Hurairah).

Selanjutnya, Ibnu Hajar al-Asqalany dalam kitabnya Bulugh al-Maram ini menerangkan tentang macam-macam thaharah, kewajiban ber- thaharah saat akan melakukan shalat, cara-cara bersuci, dan lain sebagainya. Misalnya, tentang wajibnya bersuci saat akan melaksanakan shalat. Dasarnya adalah firman Allah SWT dalam surah Al-Maidah ayat 6.

''Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.'' (QS Al-Maidah: 6)

''Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian shalat, sedang kalian dalam keadaan mabuk sehingga kalian mengerti apa yang kalian ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kalian dalam keadaan junub, terkecuali sekadar berlalu saja hingga kalian mandi.'' (QS An-Nisaa: 43)

Dan, dari Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda: ''Tidaklah diterima shalat tanpa thaharah (bersuci) dan tidak pula sedekah dari ghulul (curian dari harta rampasan perang).'' (HR Muslim)

Demikian juga, dengan pembahasan lainnya, seperti shalat, puasa, dan zakat. Semuanya didasarkan pada dalil-dalil naqli, baik Alquran, hadis Nabi SAW maupun keterangan dari para ulama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement