Selasa 13 Dec 2016 21:26 WIB

Tafsir At Tanwir Perlu Sentuh Politik Islam

Rep: fuji pratiwi/ Red: Muhammad Subarkah
Umat islam menunjukkan tafsir Alquran at-Tanwir saat peluncuran tafsir Alquran at-Tanwir di Kantor Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (13/12).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Umat islam menunjukkan tafsir Alquran at-Tanwir saat peluncuran tafsir Alquran at-Tanwir di Kantor Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (13/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Tafsir At Tanwir yang diluncurkan PP Muhammadiyah dinilai perlu juga menyentuh politik Islam. Apalagi Muhammadiyah dikenal menjunjung politik adiluhung dan beretika.

JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengapresiasi budaya Muhammadiyah yang berjuang dakwah bil hal. Sesuai namanya, Tafsir At Tanwir diharapkan bisa memberi pencerahan.

Hidayat melihat tafsir ini belum menyinggung unsur politik. Padahal Muhammadiyah adalah gerakan dakwah amar makruf nahi munkar dengan politik moralitas yang tinggi sehingga bahasan politik sangat dibutuhkan. Apalagi selama ini Muhammadiyah menghadirkan politik adiluhung dan bermoral.

''Karena ada politisi yang bicaranya tidak beretika. Ini yang butuh di-tanwir-kan. Karena saya khawatir nanti ada justifikasi dalam tafsir ini tidak disebut etika dan orientasi politik,'' ungkap Hidayat dalam peluncuran Tafsir At Tanwir di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Selasa (13/12).

Hidayat juga, menyarankan agar tafsir ini menjaga konsistensi kata dan penerjemahannya. Di Al Fatihah ada kalimat 'hanya kepada Engkau kami mengabdi' sementara dipenjelasan diuraikan mengabid dalah ibadah. Kata ibadah sudah masuk Bahasa Indonesia dan di penjelasan kata ibadah sudah dijelaskan dengan benar.

''Dalam tafsir mengabdi itu pada Allah SWT. Kalau khawatir ada perdebatan misalnya dengan penggunaan kata mengabdi dalam lagu nasional 'Padamu Negeri', konsisten saja pakai kata ibadah. Agar tafsir ini mencerahkan, hindari penggunaan beragam kata agar tidak membingungkan,'' ungkap Hidayat.

Hidayat percaya Muhammadiyah sudah selesai dengan perdebatan kata macam itu. Tapi generasi saat ini begitu liberal di satu sisi dan di sisi lain begitu ekstrim. Maka perlu ada penjelasan dalam konteksnya.

Kalau tafsir perlu menghadirkan sisi pro sosial dan nilai-nilai luhur lainnya dalam konteks Alquran dan sunnah. Tafsir ini adalah kombinasi hadits dan pendekatan macam ini harus dikedepankan di tengah masyarakat yang ingin tahu Alquran.

''Tafsir ini juga berbeda karena pendekatannya jama'i. Banyak masukan bisa ditampung, tapi jadi lama selesai. Tapi bisa juga saling mengandalkan,'' kata Hidayat.

Tafsir ini juga menarik dari sisi tampilannya. Ini risalah bagi saudara sesam Muslim untuk tidak lagi mempertentangan kitab kuning dan putih. Kalau ada catatan kekurangan, inilah tafsir, bukan Alquran itu sendiri dan hanya Allah SWT saja yang sempurna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement