REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyebab perceraian nomor wahid masih didominasi ketidakharmonisan hubungan suami dan istri. Hanya, faktor gangguan pihak ketiga juga tidak kecil. Lebih dari 25 ribu kasus perceraian karena pihak ketiga terjadi di Indonesia.
Kepala Pusat Litbang Kemenag Muharram Marzuki membeberkan statistik penyebab kasus perceraian. Kasus tertinggi sebanyak 97.615 kasus disebabkan ketidakharmonisan hubungan suami dan istri.
(Baca: 70 Persen Gugat Cerai Dilakukan Istri).
Posisi kedua sebanyak 81.266 karena tidak adanya tanggung jawab suami. Himpitan ekonomi yang diduga akan mendominasi justru berada pada posisi ketiga dengan angka 74.599, gangguan pihak ketiga sebanyak 25.340, dan faktor kecemburuan sebanyak 9.338 kasus.
Atas hasil penelitian ini, Puslitbang Kemenag menyarankan perlunya ada gerakan keluarga. Artinya, anggota keluarga yang ingin menikah harus dipastikan telah memahami pengetahuan dan ketrampilan dasar pernikahan. "Memahami arti menikah, memahami bagaimana menghadapi konflik. Kalau ada persoalan, kalau ada pihak ketiga turut nimbrung apa yang harus dilakukan," ujar Muharram kepada Republika, pekan lalu.
Muharram mengatakan, Dirjen Bimas juga perlu menggandeng lembaga adat dan memperkuat peran tokoh masyarakat. Mereka dapat menjadi tameng pertama para pasangan sebelum melakukan gugatan cerai ke pengadilan. Pemerintah melalui Dirjen Bimas kiga perlu menyiapkan pedoman praktis untuk calon pasangan yang akan menikah.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yusnar Yusuf mengatakan ada pergeseran dalam tren pernikahan dan perceraian di tiap dasawarsa. "Pasa masa 70-an, lebih kepada ketidaktahuan tentang makna pernikahan. Sebarannya di Indonesia berbeda-beda sesuai kultur yang ada," ujar dia.