Senin 07 Jan 2013 22:26 WIB

Tarif Dakwah 'Ustaz Seleb'

Rep: Mohammad Akbar/ Red: Chairul Akhmad
Ustaz Soleh Mahmoed yang dikenal dengan julukan Ustad Solmed memberikan ceramah (ilustrasi).
Foto: Antara/Jimmy Ayal
Ustaz Soleh Mahmoed yang dikenal dengan julukan Ustad Solmed memberikan ceramah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Ada seorang ustaz yang memiliki tarif sekali tampil hingga Rp 30 juta.

Fenomena ustaz bertarif tinggi dalam menjalankan tugas menyiarkan Islam mendapat respons dari Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), Achmad Satori Ismail.

Menurut dia, tak sepantasnya seorang ustaz itu harus mematok tarif.

“Dalam Alquran itu diperintah kan agar kita mengikuti orang-orang yang tidak meminta-minta. Nah, harusnya untuk hal semacam ini tidak perlulah harus sampai ditetapkan tarif,” kata Satori.

Satori mengakui sempat mendengar sejumlah rumor tentang adanya ustaz yang memiliki tarif selangit. Fenomena ustaz bertarif tinggi ini, kata dia, karena adanya manajemen dari pihak ketiga, seperti pihak televisi yang telah mengorbitkan sang ustaz.

Ia menyebut ada seorang ustaz yang memiliki tarif sekali tampil hingga Rp 30 juta. Namun, dari angka sebesar itu, kata dia, sang ustaz hanya memperoleh bayaran Rp 5 juta.

“Ini sempat saya dengar juga. Tetapi, kabar yang saya peroleh, dari tarif yang tinggi itu ternyata tidak semuanya diterima oleh ustaznya. Inilah problem dari manajemen (ustaz),” kata dia.

Satori menceritakan peng alamannya saat hendak diminta berceramah di Bandung. Saat itu pihak penyelenggara meminta informasi soal tarif. Namun, karena ia tidak mematok tarif tertentu, undangan tersebut justru tidak ditindaklanjuti oleh pihak penyelenggara. “Ya akhirnya saya memang tidak jadi diundang. Ini juga menjadi salah satu persoalan juga,” ujarnya.

Tentang adanya penilaian kalau ustaz bertarif itu sudah masuk ke dalam kategori menjual ayat-ayat Allah, Satori tak lekas membenarkan. Menurutnya, kalau si ustaz menjadikan ‘uang saku’ hasil berceramah sebagai mata pencaharian, hal tersebut kurang baik. “Ini yang tidak boleh.”

Untuk itu, ia menyarankan agar seorang ustaz juga harus bisa memiliki ekonomi yang mandiri. Kalau seorang ustaz sudah memasang tarif, hal itu menunjukkan perilaku yang materialistis. “Ini tentunya menjadi teladan yang kurang baik,” tegas Satori.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement