Selasa 26 Nov 2013 22:38 WIB

Muslim Angola Bantah Adanya Kebijakan Anti-Islam dari Pemerintah

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Mansyur Faqih
Islamofobia (Illustrasi)
Islamofobia (Illustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LUANDA -- Umat Muslim yang tinggal di Angola membantah pemberitaan yang menyebutkan, pemerintah negara itu telah memberlakukan kebijakan anti-Islam dan menutup masjid.

"Laporan tentang penutupan masjid itu tidak benar. Kementerian Kebudayaan pun menyatakan tidak ada kebijakan seperti itu," kata Imam Masjid Nurul Islam, Seikh Osman Ibn Zaid, kepada Anadolu, Selasa (26/11).

Osman menuturkan, saat ini ada 200 masjid yang sedang dibangun di Angola. Ia pun menegaskan, pemerintah negara itu bahkan mendukung rencana pembangunan masjid baru tersebut.

"Jika pemerintah menentang keberadaan Islam, mereka bisa saja menutup masjid yang ada di Huambo (kota terbesar ketiga di Angola). Tapi pada kenyataannya tidak begitu. Jadi, saya pikir, pemerintah justru menunjukkan itikad yang baik terhadap Islam," kata Osman.

Menurut laporan International Religious Freedom pada 2008, Islam di Angola merupakan agama minoritas dengan jumlah penganut antara 80 ribu hingga 90 ribu orang. Sebagian besar dari mereka adalah kaum pendatang dari Afrika Barat dan keluarga asal Lebanon. Total penduduk di Angola saat ini mencapai 17 juta jiwa. 

Mayoritas mereka adalah pemeluk agama Kristen. Sementara, persentase umat Muslim di Angola tidak sampai tiga persen dari total penduduk negeri yang terletak di barat daya Afrika itu. Dalam dekade terakhir, terutama beberapa tahun belakangan, komunitas Muslim di Angola terus mengalami pertumbuhan. Kegiatan keislaman pun telah menjadi hal yang lumrah di kota-kota besar di negara itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement