REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagaimana diterangkan dalam sejumlah hadis yang diriwayatkan dari berbagai perawi hadis tepercaya, Hajar Aswad adalah sebuah batu mulai yang berasal dari surga. Dahulu, saat pertama kali diturunkan, batu ini berwarna putih laksana susu. Namun, karena dosa-dosa manusia hingga ia menjadi hitam (aswad).
Terkait dengan banyaknya riwayat yang menyebutkan bahwa batu hitam ini berasal dari surga, banyak pihak yang penasaran dengan hal tersebut. Ada yang berusaha mengambil atau mencurinya. Namun, ada pula yang mengaitkannya dengan batu yang bukan berasal dari bumi. Kalangan ini menyebutnya dengan batu meteor. Namun, sebagaimana disebutkan dalam sejumlah hadis, batu hitam tersebut adalah batu yang berasal dari surga.
Namun, terdapat perbedaan pendapat mengenai asal mula diturunkan. Ada yang menyebutkan, batu ini diturunkan oleh Allah SWT melalui perantaraan malaikat Jibril. Sebagian lagi berpendapat, ia dibawa oleh Nabi Adam AS ketika diturunkan dari surga. Pendapat ini disampaikan oleh Ibnu Katsir, dalam bukunya Qishash al-Anbiyaa' (Kisah Para Nabi dan Rasul). Wa Allahu A'lam.
Para pihak yang masih 'penasaran' dengan batu ini, berusaha mencari tahu asal sumbernya. Ada yang berusaha menelitinya, dan menyatakan batu ini memang batu yang bukan berasal dari bumi. Di antaranya menyatakan, batu ini adalah pecahan dari batu meteor.
Bahkan, seorang ilmuwan Muslim asal Mesir, Prof Dr Zaghlul An-Najjar, meminta dunia Islam untuk mengambil sampel satu atau dua mikro Hajar Aswad untuk bahan penelitian dan pembuktian dari hadis Rasulullah SAW yang menyebutkan bahwa batu tersebut itu tidak berasal dari bumi, tapi berasal dari surga.
Sebagaimana dikutip Muslimdaily.com, An-Najjar meyakinkan dunia Islam tujuan pengambilan sampel itu semata-mata untuk penelitian. Ia meyakinkan, pengambilan sampel itu tidak akan merusak Hajar Aswad.
An-Najjar menyatakan, Lembaga Geografi asal Inggris, pernah mengutus seorang perwira tinggi untuk mencermati Hajar Aswad. Dan sang perwira merasa takjub dengan pemandangan Ka'bah. Lebih lanjut An-Najjar menegaskan bahwa Makkah adalah pusat bumi.